Suara.com - Kondisi udara Jakarta saat ini dinilai semakin buruk. Akibat polusi udara, beberapa organisasi masyarakat dan gerakan pemerhati lingkungan melakukan gugatan kepada pemerintah.
Hak bernapas dipandang sebagai hak yang asasi bagi manusia, bukan saja di Indonesia namun juga di dunia. Di sisi lain, masyarakat bukan hanya ditempatkan sebagai pihak yang berhak mendapatkan kualitas udara baik dan sehat, namun juga masyarakat adalah pihak yang ikut berperan dan bertanggung jawab dalam memastikan kualitas udara tetap baik dan tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan.
Akibat buruknya udara Jakarta, rencana pemindahan ibu kota yang pernah direncanakan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), kembali dibahas. Lantas, bagaimana jika ibu kota dipindahkan ke daerah lain?
Syamsul Ariansyah selaku Manager Lingkungan dan Keuangan Mikro Syariah Dompet Dhuafa mempertanyakan, apakah dengan memindahkan ibu kota dari Jakarta ke daearah lain dapat menjadi solusi dari polusi udara?
"Hal yang perlu diketahui ialah, mana kala satu kebijakan diambil maka masyarakat perlu mengetahui secara jelas apa yang akan dilakulan. Sebab masyarakat memiliki hak untuk mengatakan iya atau tidak," ungkap Syamsul dalam sebuah diskusi yang dihadiri Suara.com belum lama ini di Jakarta.
Masalahnya, sambung Syamsul, seringkali masyarakat tidak mendapat informasi yang komperhensif. Ini terjadi karena dua hal, bisa karena isunya tidak diinfokan dengan baik atau terlalu komplek sehingga sulit dipahami masyarakat.
"Menyoal pemindahan ibu kota ke daerah lain, mau dipindah atau tidak, kalau prinsipnya kotanya tidak mengedepankan kepentingan lingkungan yang baik, maka sama saja," jelasnya.
Ia berpendapat, untuk memindahkan atau tetap mempertahankan ibu kota di Jakarta, yang perlu pemerintah lakukan adalah dalam setiap pembangunan daerah harus sensitif terhadap lingkungan dan risiko. Baik terhadap risiko bencana alam atau bencana yang dibuat oleh perbuatan manusia sendiri.
"Sebab, polusi udara Jakarta bukan saja dihasilkan oleh transportasi. Pengurangan jumlah kendaraan dan penerapan ganjil-genap ternyata hanya mengurangi 20 persen pencemaran udara. Maka, ada banyak penyebab pencemaran udara lain yang harus diselesaikan," tukasnya.
Baca Juga: Polusi Jakarta: Benarkah Tanaman Bisa Bersihkan Udara?
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
Terkini
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama