Suara.com - Duh, Konsumsi Daging Bisa Berdampak Buruk untuk Lingkungan?
Menjaga kesehatan tubuh agar tetap fit dan berumur panjang tidak ada artinya jika mengabaikan kondisi lingkungan. Demi lingkungan, proses pengolahan makanan harus dilakukan dengan prinsip keberlangsungan.
Pertumbuhan populasi, kelaparan, dan keberlangsungan menjadi topik diskusi soal gizi yang menarik. Betapa tidak, selama ini faktor lingkungan kerap disepelekan demi memenuhi kebutuhan makanan manusia di seluruh dunia.
Dalam gelaran Asian Congress of Nutrition 2019, Prof Martin W. Bloem, MD, PhD, dari Johns Hoplins Center for a Livable Future menyebut secara global, populasi penduduk dunia akan bertambah dari 7 miliar di tahun 2010, menjadi 9,8 miliar di tahun 2050.
Peningkatan populasi dunia juga diprediksi dibarengi dengan naiknya pendapatan per kapita di negara-negara berkembang. Efeknya, kebutuhan pangan akan naik lebih dari 50 persen, dengan 70 persennya merupakan kebutuhan untuk makanan yang dididapat dari hewan.
Pada masyarakat kelas menengah, kenaikan pendapatan lazim dibarengi dengan perbaikan gizi dan nutrisi anggota keluarga. Di negara-negara berkembang, perbaikan gizi menyebabkan kenaikan konsumsi daging. Daging dianggap sebagai sumber gizi yang baik, dengan kandungan protein dan lemak yang tinggi.
Namun Prof Bloem menyebut kenaikan konsumsi daging berisiko menimbulkan dua masalah. Masalah pertama, konsumsi daging membuat kebutuhan akan lahan ternak dan air bersih meningkat.
Ini merupakan tantangan, sebab sumber daya lahan dan air bersih merupakan jenis sumber daya yang tidak terbarukan. Dengan kata lain, meningkatnya konsumsi daging akan memperburuk kondisi lingkungan.
"Untuk setiap kalori yang didapat dari makanan bersumber hewan, semakin banyak emisi (gas buang) yang dihasilkan oleh industri peternakan hingga pengolahan makanan, yang meningkatkan risiko efek rumah kaca serta global warming," urai Prof Bloem, di acara Asian Congress of Nutrition 2019 di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini.
Baca Juga: Pakar Sebut Makanan Sehat Tidak Harus Mahal, Ini Cara Mengakalinya
Masalah kedua, tingginya konsumsi daging juga berperan dalam peningkatan kasus kegemukan dan obesitas di masyarakat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi penduduk obesitas meningkat dari 14,8 persen di 2013 menjadi 21,8 persen di 2018. Hal yang sama juga terlihat pada kasus penduduk kegemukan, yang meningkat dari 11,5 persen di 2013 menjadi 13,6 persen di 2018.
Beralih ke Pangan Berbahan Tumbuhan demi Keberlangsungan
Untuk itu, diperlukan solusi pangan sehat dan aman namun tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Di sini, prinsip keberlangsungan (sustainability) harus di kedepankan.
Salah satu solusi yang ditawarkan Prof Bloem adalah menggiatkan makanan yang bersumber dari tumbuhan. Tidak seperti daging yang memerlukan lahan, pakan, dan air untuk hewan ternak, pengolahan makanan bersumber tumbuhan membutuhkan sumber daya yang lebih rendah.
Beberapa makanan bersumber tumbuhan dengan kandungan gizi tinggi sejatinya sudah terintegrasi dengan kebudayaan masyarakat Indonesia. Tahu dan tempe, makanan olahan dari kacang kedelai yang kini mulai populer di Amerika dan Eropa, lazim disantap masyarakat Indonesia sehari-hari.
"Indonesia juga kaya akan buah-buahan eksotik bergizi tinggi, seperti pisang ambon, nangka muda, pepaya, hingga salak," ungkap Prof Bloem.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara