Suara.com - Beban Ganda Malnutrisi Bikin Anak Indonesia Tumbuh Pendek dan Kurus
Stunting alias anak tumbuh pendek dan kurus sudah menjadi masalah yang serius dan kritis di Indonesia. Walaupun terjadi penurunan dari prevalensi 37,2 persen menjadi 30,8 persen berdasarkan Riskesdas 2018, namun, 1 dari 3 anak balita Indonesia masih mengalami stunting.
Meski prevalensi stunting cenderung meningkat pada kalangan sosial ekonomi bawah, namun masalah ini juga terjadi di kalangan masyarakat sosial ekonomi atas. Kondisi ini berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yang terhambat sehingga kelak tumbuh menjadi populasi dewasa yang berisiko terhadap penyakit kronis dan penyakit tidak menular.
Dr. Elvina Karjadi, MSc, PhD menyebutkan bahwa efek beban ganda malnutrisi terdampak di sepanjang siklus hidup seseorang. Ketika seorang ibu hamil mengalami kekurangan gizi, pertumbuhan janinnya tidak optimal sehingga bayi akan lahir dengan berat badan kurang (underweight).
"Ketika bayi lahir underweight, peluang bertahan hidupnya semakin kecil, risiko terpapar penyakit kronis meningkat dan perkembangan fisik terhambat. Saat anak tersebut bertumbuh, pertumbuhan fisik dan kognitifnya akan terganggu. Ketika orang tua menyadari bahwa pertumbuhan anak mereka terhambat secara fisik, mereka cenderung memberikan anak makanan ringan yang padat energi, untuk membantu mereka meningkatkan berat badan," kata dokter Elvina Karjadi dalam acara Asian Congress of Nutrition (ACN) 2019 di Bali, yang bertema Nutrition and Food Innovation for Sustained Wellbeing melalui siaran pers yang diterima Suara.com.
Namun, hal ini tidak diiringi oleh pola hidup sehat, salah satunya kurangnya aktivitas fisik yang rutin sehingga akhirnya menyebabkan kenaikan berat badan yang berlebih pada anak. Saat anak sudah remaja, ia akan cenderung mempunyai kebiasaan makan tidak baik yang akan meningkatkan risikonya terhadap obesitas dan penyakit tidak menular (NCD) lainnya.
Penyebab beban ganda malnutrisi merupakan kombinasi dari beberapa hal, termasuk kondisi kesehatan dan biologis, lingkungan fisik dan kondisi finansial, kebiasaan makan dan budaya sosial. Selain kondisi kesehatan dan asupan gizi ibu hamil, praktik menyusui yang tidak memadai (inadequate breastfeeding practices) dari ibu juga dapat menghambat pertumbuhan anak.
Akses yang terbatas kepada beragam makanan sehat, baik dari segi keterjangkauan harga ataupun gizi, serta lingkungan sosial yang terobsesi dengan makanan cepat saji bernilai gizi rendah (junk food) merupakan salah satu pendorong utama beban ganda malnutrisi.
Selain itu, lingkungan sosial budaya yang mendukung pernikahan dini sebelum usia 18 tahun juga berkontribusi pada prevalensi tinggi beban ganda malnutrisi di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh proses pembentukan janin yang tidak sempurna oleh karena tidak memadainya asupan gizi yang didapatkan ketika tumbuh kembang janin.
"Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko beban ganda malnutrisi, seperti mengonsumsi zat gizi mikro. Pada dasarnya, kekurangan zat gizi mikro penting seperti zat besi, yodium dan vitamin A dapat mengakibatkan defisiensi mikronutrien dan meningkatkan prevalensi kelaparan tersembunyi (hidden hunger) pada masyarakat," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara