Suara.com - Hingga kini, praktik Female Genital Mutilation Cutting (FGM/C) atau Pemotongan dan Perlukaan pada Genital Perempuan (P2GP) ternyata masih banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia.
Hal ini dibuktikan dalam sebuah studi oleh peneliti dari Universitas Gajah Mada dan Komnas Perempuan yang didanai oleh UNFPA di 10 provinsi di Indonesia.
Acuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2013 lalu.
Dalam Riskesdas tersebut, terungkap sebanyak 51% perempuan usia 0-11 tahun ternyata terkena praktik P2GP atau yang lebih umum disebut dengan sunat pada perempuan.
Praktik ini termasuk menghilangkan serta melukai bagian atau keseluruhan dari organ intim perempuan atau klitoris.
Benar saja, hasil studi yang dilakukan pada 2017 ini menunjukkan, sebanyak 90% lebih dari data Riskesdas mengalami P2GP.
Sebagian besar dari 10 provinsi tersebut terdapat di luar pulau Jawa. Seperti Gorontalo, Bangka Belitung hingga NTB.
"Praktik FGM/C (P2GP) di Indonesia itu beragam. Hanya dari sekedar membersihkan, ada yang sampai melakukan pemotongan dan perlukaan," papar Sri Purwatiningsih, penulis sekaligus peneliti dari Pusat Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Menurut studinya, sebanyak 61% praktik P2GP terjadi pada anak di bawah usia 4 bulan dan 36,1% terjadi di atas usia 4 bulan hingga 3 tahun.
Baca Juga: Cepat dan Minim Sakit, Ini Teknik Sunat Stapler
Semua praktik sunat perempuan tersebut dilakukan oleh tenaga medis (38.41%), sedangkan 61,47% lainnya dikerjakan secara tradisional.
"Dan 98,1% (dari subjek studi) mengatakan, FGM/C itu dibutuhkan, perlu dilakukan terhadap perempuan dan ini harus dilanjutkan," papar Sri dalam Konferensi Internasional Pertama mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia (ICIFPRH) di Hotel Sahid Jaya, Yogyakarta, Selasa (2/10/2019).
Bahkan, tambah Sri, beberapa petugas tradisional yang melakukan praktik ini akan melawan siapa saja yang berusaha menghapus sunat pada perempuan.
Dari data terkait, dapat disimpulkan bahwa praktik sunat terhadap perempuan sangat sulit dihilangkan. Terlebih, hal ini dilakukan atas dasar agama serta tradisi dalam keluarga atau masyarakat.
"Alasan paling banyak adalah perintah agama. Lebih dari 90% mengatakan itu dan yang beralasan faktor tradisi (sebanyak) 80,4%," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern