Suara.com - Graham, pria usia 48 tahun ini menderita sindrom langka yang membuatnya merasa seperti mati otak. Ketika Graham mengeluh otaknya seperti mati, dokter langsung menduga ada sesuatu yang tak beres.
Kasus yang tertulis dalam jurnal CORTEX ini mengungkapkan bahwa Graham mulai datang menemui dokter umum ketika merasa otaknya sudah mati.
Menurut studi kasus yang dilansir dari Fox News, Graham menyadari bahwa ia memiliki kemampuan berpikir, mengingat dan berinteraksi dengan orang sekitarnya. Suatu ketika, Graham merasa bahwa otaknya sudah tidak berfungsi lagi.
Kondisi itu membuat Graham mengalami depresi berat sampai berniat bunuh diri dengan sengatan listrik.
Saat itulah, Graham didiagnosis mengalami masalah kejiwaan langka yang disebut Sindrom Cotard. Penyakit jiwa ini membuatnya merasa ada yang bermasalah dengan kondisi kesehatan tubuhnya.
Sebenarnya, kasus Sindrom Cotard ini jarang terjadi. Tetapi, orang yang menderita sindrom langka ini biasanya mengalami malnutrisi parah dan kelaparan.
Efek samping ini dapat terjadi karena pasien tidak nafsu makan, kesulitan tidur dan tidak bersemangat melakukan kegiatan sehari-hari. Apalagi Graham harus tinggal di pemakaman terdekat yang sepi.
Kondisi itulah yang membuat Graham semakin tertekan dan merasa dekat dengan kematiannya. Graham berpikir akan tinggal lebih lama di dalam pemakaman itu.
Setelah Graham mendaoat bantuan medis, akhirnya dokter mengetahui permasalahan dalam otak pasien Sindrom Cotard. Pemindaian PET menunjukkan aktivitas metabolisme rendah yang abnormal dibandingkan dengan otak orang normal.
Baca Juga: Paparan Sinar Matahari Juga Pengaruhi Kinerja Otak, Bagaimana Caranya?
Salah satu dokter Graham mengaku belum pernah melihat seseorang berjalan, berbicara dan beraktivitas dengan otak yang rendah. Dokter mengatakan kondisi ini seperti orang yang tidur karena pengaruh anestesi.
Penulis studi CORTEX ini pun menyimpulkan bahwa gangguan jiwa Cotard berasal dari gangguan besar di dalam otaknya. Gangguan inilah yang memengaruhi kesadaran inti seseorang terhadap dirinya sendiri dan berbagai peristiwa di sekitarnya.
Beruntungnya, Graham bisa melalui kehidupannya secara normal setelah melakukan banyak perawatan dan pengobatan kejiwaan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
Terkini
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak