Suara.com - Manjujai, Budaya Minangkabau yang Ampuh Tangkal Stunting di Sumatera Barat
Sesaat sebelum puji-pujian bagi Rasullah SAW ia lantunkan, Sutisna mengajak bicara boneka yang sedang ditimangnya pelan-pelan.
"Nyo minta disalaweikan. A jadi bialah awak salawatkan dulu yo... Piciangkan mato dulu yo.... Awak salawatkan dulu," ucapnya lembut pada boneka berbaju merah muda di tangan.
Bila dilihat tanpa konteks yang utuh, perempuan paruh baya itu bisa saja dianggap setengah waras. Tapi apa yang ia lakukan adalah bentuk dedikasi memperkenalkan ilmu pola asuh berbasis kearifan lokal masyarakat Minangkabau yang disebut Manjujai.
"Manjujai itu mengajak anak berbicara, menasehati, merangsang anak lewat harapan kita," kata Ketua Umum Bundo Kanduang Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, Gusnawilis saat ditemui Suara.com beberapa waktu lalu.
Saat menjelaskan itu semua, Gusnawilis tak sendiri. Ia bersama empat anggota Bundo Kanduang Kabupaten Tanah Datar yang lain termasuk Sutisna, menyambut kedatangan Suara.com di markas besar mereka, Balai Adat Tantejo Gurhano, Kota Batusangkar, Sumatera Barat.
Secara bergantian, kelimanya menjelaskan satu-persatu konsep anyar yang baru diketahui oleh Saya, jurnalis Suara.com yang bertugas meliput. Mulai dari apa itu arti manjujai sampai apa itu Bundo Kanduang serta tugas-tugas yang diembannya.
Diceritakan oleh Gusnawilis, manjujai atau jujai merupakan tradisi turun-menurun masyarakat komunitas Minangkabau yang ada di Sumatera Barat.
Secara harafiah manjujai bisa diartikan sebagai nina bobo. Bentuk manjujai pun beragam mulai dari ungakapan atau idiom, pantun, lagu, permainan sederahana hingga salawat yang dilantunkan ketika anak sedang disusui atau ditimang.
Baca Juga: Hari Kesehatan Nasional: Stunting dan JKN Jadi Isu Prioritas
Bagi peneliti, manjujai ternyata lebih dari sekadar tradisi. Manjujai dianggap mampu memberikan stimulasi psikososial yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.
Studi Ungkap Manfaat Manjujai Bagi Anak
Bukan omong kosong orang tua zaman dulu, manjujai terbukti secara ilmiah memiliki manfaat positif bagi anak.
Setidaknya begitu yang coba dibuktikan oleh peneliti dan ahli gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas Padang, Dr. Helmizar, SKM, M. Biomed.
Ingin tahu lebih lengkap soal manjujai dan dampaknya pada pencegahan stunting? Simak di halaman selanjutnya ya!
Kepada Suara.com, perempuan asal Padang Panjang tersebut mengungkapkan bagaimana pola asuh manjujai terbukti dapat memperbaiki perkembangan fisik dan psikologis anak ke arah yang lebih baik.
Dimulai pada 2011 lalu ketika Helmizar melakukan penelitian terhadap sekitar 360 anak usia enam sampai sembilan bulan selama enam bulan yang tersebar di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Dari 360 anak yang terlibat, Helmizar membaginya ke dalam empat kelompok yaitu anak yang diberi intervensi berupa stimulasi manjujai dan MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) berbahan dasar pangan lokal; kelompok anak yang diberi intervensi manjujai saja; anak yang diberi intervensi MPASI saja; dan anak kelompok kontrol yang tidak diberi intervensi apa-apa.
Sebagai tambahan, ada sekitar 24 jenis stimulasi manjujai yang diajarkan. Diantaranya adalah nyanyian nina bobo khas Minangkabau, tepuk ambai-ambai, daag, mari merangkak, mencari mainan, tebak suara, ayo berdiri, makan sendiri, buku pertamaku, ciluk-ba, hingga permainan tangkap bolanya.
Hasilnya, anak yang diberi intervensi manjujai dan MPASI memiliki perkembangan yang paling pesat dibanding kelompok lainnya.
"Rata-rata kenaikan tinggi badan sekitar tujuh sentimeter selama enam bulan. Dan kenaikan paling tinggi ada pada kelompok yang kita berikan MPASI dan manjujai," kata Helmizar kepada Suara.com.
Memasuki bulan keenam, kenaikan rata-rata panjang badan kelompok anak yang diberikan MPASI dan manjujai mencapai 6.66 cm sementara anak kelompok kontrol hanya lima sentimeter.
"Pada anak, pertambahan tinggi badan dan panjang badan adalah 12 cm setahun. Jadi ini sudah maksimal bagi mereka," kata Helmizar.
Pun dengan rerata kenaikan berat badan tertinggi ada pada kelompok MPASI dan manjujai dan terendah pada kelompok kontrol dengan rata-rata kenaikan berat badan tertinggi yaitu 6.86 kg.
Bukan hanya perkembangan fisik, manjujai juga dianggap dapat memberikan dampak positif yang lain. Lewat penelitiannya, Helmizar juga menggandeng psikolog yang bekerja di awal dan di akhir penelitian.
"Perkembangan anak kami ukur dengan alat diagnosis psikologi yang disebut Bayley Scales untuk melihat empat perkembangan dasar yaitu perkembangan kognitif, motorik halus, motorik kasar hingga bahasa."
Untuk kenaikan fungsi kognitif, anak yang diberi intervensi manjujai dan MPASI mengalami rerata kenaikan motorik sampai 21.38 point sementara kelompok manjujai berada diurutan medua dengan skor 18.89 point, disusul kelompok MPASI dengan 16.04 point dan kelompok kontrol dengan 15.21 point.
"ini signifikan sekali. Secara teoritis ini sesuai dengan apa yang kami pelajari bahwa anak yang diberikan makanan memikiki energi untum bergerak dan anak yang diberikan stimulasi manjujai akan lebih aktif karena menggunakan semua organ motoriknya," tambah Helmizar.
Ingin tahu lebih lengkap soal manjujai dan dampaknya pada pencegahan stunting? Simak di halaman selanjutnya ya!
Manjujai, Senjata Lokal Melawan Epidemi Stunting
Isu stunting terus diputar bagai kaset lama. Pada perayaan Hari Kesehatan Nasional, Selasa, (12/11/2019), Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Terawan Agus Putranto mengatakan pemerintah berhasil menurunkan angka stunting sampai 10 persen selama lima tahun terakhir.
Jika dibandingkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dimana stunting mencapai angak 30.8 persen, maka angka stunting nasional telah turun menjadi 27.67 persen berdasarkan Prevalensi Data Stunting 2019 yang dirilis pertengahan Oktober 2019 lalu.
Meski turun, angka tersebut masih terbilang tinggi dan belum memenuhi angka ambang batas yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen.
Di sisi lain, Helmizar mengaku penelitiannya bisa menjadi bukti bahwa kerusakan akibat stunting dapat diminimalisir melalui pemberian MPASI berbasis pangan lokal serta kebiasaan baik seperti manjujai.
Ia bercerita, saat dirinya memulai penelitian pada 2011 lalu, Kabupaten Tanah Datar memiliki prevalanesi stunting sampai 45 persen. "Waktu itu sedang tinggi-tingginya masalah stunting karena stunting itu kekurangan gizi kronis yang sudah lama. Walau harusnya intervensi ada sejak masa kehamilan," tambah Helmizar.
Dari total seluruh anak yang masuk dalam penelitiannya, Helmizar mencatat angka rerata kebutuhan nutrisi anak yang telah terpenuhi di awal penelitian baru mencapai 60 persen.
Jadi ia membutuhkan tenaga ekstra sampai 40 persen agar anak-anak tersebut dapat tumbuh kembang secara maksimal.
Ia sadar, pencegahan stunting harus dilakukan sedini mungkin bahkan ketika anak masih dalam kandungan. Tapi dengan intervensi di awal setelah kelahiran, ia berharap adanya perbaikan status gizi anak, yang pada akhirnya, memperbaiki kualitas hidup anak-anak tersebut.
"Tentu kita terus cari solusi bagaimana masalah stunting ini, anak-anak kita berikan pangan lokal dan orangtua diajarkan mengasuh anak dari manjujai," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia