Suara.com - Benarkah Mutih jadi Cara Orang Zaman Dulu Cegah Diabetes?
Pernah dengar istilah mutih? Istilah ini sangat akrab bagi masyarakat Jawa, khsusnya orang tua zaman dulu. Mutih adalah sebuah tradisi berpuasa dengan metode hanya mengkonsumsi nasi putih dan air putih saja dalam waktu tertentu.
Biasanya puasa ini dikenal di lingkungan penganut kejawen dan praktisi supranatural dengan tujuan dan kepentingan tertentu seperti mendapatkan ilmu gaib, keberhasilan hajat dan lain-lain. Namun, adakah manfaatnya bagi kesehatan?
Seperti diketahui, nasi adalah makanan pokok orang Indonesia. Bahkan nasi bisa dikonsumsi hingga tiga kali sehari. Nasi biasanya dimakan bersama lauk pauk yang mengandung protein nabati atau hewani. Tetapi sayangnya, menurut penjelasan Dr. Febrianti. M.Si., komposisi karbohitrat dan protein bila dikonsumsi melebihi kadarnya dapat mengakibatkan resitensi insulin yang memicu diabetes.
"Nasi pada dasarnya sudah memicu produksi insulin yang cukup tinggi. Ketika nasi dimakan bersama protein, maka kombinasi keduanya (potein dan karbohitrat yang ada dalam nasi) dapat menimbulkan efek demand insulin yang lebih tinggi lagi daripada sekadar makan nasi," terang Dr. Febriati kepada Suara.com usai sidang desetari doktor di Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Maka ia pun sedikit mengkorelasikan dengan metode mutih yang dilakukan orang tua zaman dulu. Bahwa mungkin saja dulu mutih dilakukan untuk mencegah diabetes oleh orang tua zaman dulu yang memang selalu bergantung dengan nasi sebagai makanan sehari-hari.
"Saya jadi beasumsi jangan-jangan orang tua zaman dulu mutih dengan hanya makan nasi untuk menghindari resistensi insulin yang memicu diabetes. Sempat saya berpikir begitu. Tapi memang belum ada penelitian terkait itu," sambungnya.
Berdasarkan the International Diabetes Foundation (IDF), Indonesia menempati urutan ke 5 dengan jumlah pasien diabetes mellitus (DM) terbesar di dunia, yaitu 12 juta pada tahun 2017. Prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2015 adalah 8.8% dan diperkirakan menjadi 10.4 persen pada tahun 2040.
Prevalensinya terus meningkat sebesar 2.36% setiap tahun, sedangkan tingkat kenaikan tahunan di dunia hanya 1.72 persen.
Baca Juga: Pasien Diabetes Berisiko Alami Masalah Mental, Ini Alasannya
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar