Suara.com - Wajib Tahu, Ini Pentingnya Jaga Kebutuhan Serat di Tengah Pandemi Covid-19
Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien corona atau Covid-19 di Indonesia tentu menimbulkan kekhawatiran bagi banyak orang. Meski sudah menjalani social distancing sesuai imbauan pemerintah, perasaan cemas, gugup atau stres mungkin saja dialami sebagian orang.
Tapi, tahukah kamu apa yang menyebabkan perasaan tak nyaman ini muncul? Nourmatania Istiftiani, Scientific dari FibreFirst dalam siaran pers yang suara.com terima pada Jumat (17/4/2020) menjelaskan, jika sensasi tidak nyaman yang berasal dari perut ini menunjukkan bahwa otak dan sistem pencernaan kita saling terhubung.
"Sistem komunikasi atau koneksi antara sistem pencernaan dengan otak disebut gut-brain axis. Kedua organ ini terhubung baik secara fisik maupun biokimia dengan beberapa cara berbeda," jelas dia.
Lebih lanjut Nourmatania mengatakan, jika usus manusia juga mengandung 10 hingga 100 triliun mikrobiota, atau hampir 10 kali lebih besar dari jumlah total sel dalam tubuh manusia.
Mikrobiota usus inilah yang memainkan peran penting dalam komunikasi dua arah antara usus dan sistem saraf pusat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mikrobiota usus dapat memengaruhi fungsi otak melalui jalur neuroimun dan neuroendokrin serta sistem saraf.
“Mikrobiota usus akan menghasilkan ratusan neurokimia yang digunakan otak untuk mengatur proses fisiologis dasar serta proses mental seperti proses belajar, memori dan suasana hati”, ungkap dia lagi.
Oleh sebab itu, mikrobiota usus dapat menjadi pengatur utama dalam suasana hati, rasa sakit, dan juga fungsi kognitif. Mikrobiota usus sendiri, lanjutnya, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetik, lingkungan, cara persalinan, diet atau pola makan, penggunaan antibiotik, serta konsumsi probiotik dan prebiotik.
Bukan cuma jumlah dan koloni mikrobiota usus, kadar Short Chain Fatty Acid (SCFA) atau asam lemak rantai pendek, juga dapat memengaruhi perasaan depresi pada seseorang.
Baca Juga: 728 Kasus Baru Covid-19 di Singapura, Mayoritas Dari Asrama Pekerja Asing
Kandungan SCFA yang lebih rendah terdapat pada feses individu dengan depresi dibandingkan dengan individu tanpa gangguan mental.
"SCFA adalah produk hasil dari fermentasi serat oleh mikrobiota atau bakteri di sistem pencernaan. Sehingga konsumsi serat akan meningkatkan produksi SCFA dan juga jumlah mikrobiota dan koloni mikrobiota di sistem pencernaan,"
Peningkatan jumlah dan keanekaragaman koloni mikrobiota di sistem pencernaan dapat menjadi indikator pencernaan yang sehat.
Sebaliknya, ketika kadar SCFA berkurang, keseimbangan mikrobiota di sistem pencernaan akan menurun, dan menyebabkan peradangan yang berhubungan dengan kejadian depresi.
Hal inilah sebabnya, kata dia mengapa beberapa orang yang mengalami masalah di sistem pencernaan lebih berisiko mengalami gangguan mental.
Untuk itu, Dalam kondisi seperti ini, kosumsi serat sangat penting karena terbukti dapat menjaga kesehatan sistem pencernaan, sehingga meningkatkan produksi serotonin, meningkatkan jumlah dan koloni mikrobiota di pencernaan, hingga meningkatkan kadar SCFA, yang berhubungan positif dengan peningkatan suasana hati atau mood.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan