Suara.com - Belakangan, jagat media ramai dengan perilaku drummer Superman Is Dead (SID), Jerinx atau dikenal Jerinx SID. Ia menganggap bahwa wabah virus corona merupakan bagian dari teori konspirasi di tengah pandemi corona (Covid-19).
Sebenarnya bukan hanya Jerinx, bahkan beberapa negara mulanya saling tuding soal virus corona sebagai senjata biologis. Hingga teori konspirasi mengenai 5G sebagai penyebab Covid-19.
Dalam sejarah, teori konspirasi sudah ada sejak lama, namun baru-baru ini diteliti secara psikologi. Melansir dari Business Insider, berikut adalah beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang memercayai teori konspirasi.
Psikologi di Balik Teori Konspirasi
Para peneliti telah bekerja keras memeriksa mengapa sebagian kecil populasi percaya, dan bahkan berkembang, pada teori konspirasi.
John M. Grohol, PsyD, pendiri dan pemimpin redaksi PsychCentral.com, seorang ahli teknologi kesehatan mental dan perilaku manusia, merangkum karakteristik yang terkait dengan seseorang yang cenderung percaya pada teori konspirasi.
"Ciri-ciri kepribadian seperti keterbukaan terhadap pengalaman, ketidakpercayaan, persetujuan yang rendah, dan Machiavellianisme dikaitkan dengan keyakinan konspirasi," tulisnya di PsychCentral.com.
Menurutnya, dalam hal proses kognitif, orang-orang dengan keyakinan konspirasi yang lebih kuat lebih cenderung melebih-lebihkan kemungkinan peristiwa yang terjadi secara bersamaan. Mereka cenderung mengaitkan intensionalitas di mana hal itu tidak mungkin ada dan memiliki tingkat pemikiran analitik yang lebih rendah.
Teori Konspirasi Membuat Seseorang Merasa Istimewa
Baca Juga: Tak Diizinkan Berobat, Pejuang Agraria Hermanus Meninggal di Sel Tahanan
Penelitian Lantian et al. (2017) meneliti peran kebutuhan akan keunikan, seseorang dengan keyakinan teori konspirasi menemukan korelasi tersebut.
"Kami berpendapat bahwa orang yang sangat membutuhkan keunikan lebih mungkin mendukung keyakinan konspirasi karena teori konspirasi mewakili kepemilikan informasi yang tidak konvensional dan berpotensi langka," tulis penelitian tersebut.
Mengutip tulisan Mason, John M. Grohol, PsyD menyatakan bahwa teori konspirasi mengandalkan narasi yang merujuk pada pengetahuan rahasia (Mason, 2002), informasi yang dianggap tidak dapat diakses oleh semua orang atau ekslusif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia