Suara.com - Kelonggaran yang dilakukan pemerintah Indonesia membuat sejumlah warga mengabaikan protokol untuk melakukan jarak fisik dan berani membuat kerumunan di pusat-pusat perbelanjaan, seperti video yang tersebar luas di media sosial.
Tetapi di balik tindakan ini, masih ada tenaga medis yang kewalahan menangani pasien di rumah sakit. Selain pasien, mereka juga dihadapkan dengan masalah kesehatan mental diri sendiri.
Untuk memahami apa yang sedang dialami tenaga medis, CNN Internaional telah membuat daftar apa saja yang dihadapi 'pejuang di garda terdepan' ini di rumah sakit.
1. Musuh tak terlihat
Ancaman yang mereka lawan tidak terlihat dan bahkan lebih sulit ditahan. Karena virus corona tidak terlihat, dan ada penundaan antara infeksi ke gejala yang terdeteksi, tenaga kesehatan harus dua langkah lebih cepat dari apa yang tidak dapat mereka lihat itu.
2. Pola pikir medan perang
Seperti para pahlawan di medan perang, pekerja layanan kesehatan diharapkan selalu waspada terhadap ancaman kematian.
Mereka mungkin tidak akan didiagnosis dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) seperti veteran perang, tetapi banyak yang akan mengalami kondisi 'respon ancaman kronis'.
Respons ancaman kronis didefinisikan oleh peningkatan banyak gejala hyperousousal yang terkait dengan stres pasca-trauma, seperti kesulitan tidur, banjir kecemasan, lekas marah, masalah konsentrasi, hingga mengalami emosi meledak-ledak.
Baca Juga: China Dukung Investigasi Independen tentang Virus Corona oleh WHO
3. Kelelahan fisik dan emosional
Petugas kesehatan memiliki keterampilan yang tidak dapat digantikan oleh orang lain di masyarakat. Untuk hidup di masa krisis ini, banyak dari mereka sampai tidur di rumah sakit di antara shift kerja hanya untuk beristirahat sejenak.
4. Bekerja meski kekurangan peralatan
Kita tahu bahwa banyak petugas kesehatan yang tidak memakai APD yang layak. Bahkan, beberapa dari mereka mengganti baju hazmat dengan jas hujan plastik demi melindungi diri saat harus tetap bekerja.
5. Merasa bersalah terhadap korban yang tidak dapat diselamatkan
Ketika tenaga medis kehilangan pasien, itu membebani mereka. Bahkan jika tahu secara logis mereka membuat pilihan terbaik, perasaan tidak berdaya adalah beban bagi mereka.
Berita Terkait
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Format dan Jadwal Babak Play Off Piala Dunia 2026: Adu Nasib Demi Tiket Tersisa
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?