Suara.com - Persoalan herd immunity atau kekebalan kelompok masih terus diperbincangkan. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menyatakan bahwa herd immunity bisa menyebabkan kematian massal di Indonesia.
Hal tersebut tertuang dalam rilis resmi PAPDI yang diterima oleh Suara.com pada Rabu (27/5/2020).
PAPDI menulis bahwa laju kematian di Indonesia akibat Covid-19 mencapai 7-9 persen.
Hal ini membuat Indonesia termasuk dalam deretan negara-negara dengan angka kematian tertinggi di dunia.
Selain itu, PAPDI juga menambahkan soal Covid-19 yang berakibat fatal pada usia produktif.
Contoh pada negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa, 60 persen pasien Covid-19 berada pada kelompok usia produktif.
"Dan kelompok usia ini juga tidak terlepas dari risiko kemungkinan perburukan yaitu acute respiratory distress syndrome (ARDS)," tulis PAPDI seperti dikutip Suara.com.
Herd immunity artinya membiarkan imunitas alami tubuh hingga terbentuk daya tahan terhadap virus dan penyebaran virus diharapkan reda dengan sendirinya.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi penduduk terbanyak nomor 4 di dunia, dengan jumlah usia produktif 64 persen serta lansia 9,6 persen, ditambah banyaknya penyakit penyerta yaitu penyakit kardiovaskular 1,5 persen, diabetes 10,09 persen, penyakit paru kronis 3,7 persen, hipertensi 34 persen, kanker 1,8 per 1 juta penduduk, dan penyakit autoimun sebesar 3 persen.
Baca Juga: Ilmuwan Sebut New Normal Ala Jokowi Mirip Herd Immunity
Menilik dari fakta tersebut, apabila herd immunity diberlakukan di Indonesia, maka jumlah populasi yang berisiko terkena infeksi melalui herd immunity akan berjumlah fantastis.
"Dampaknya adalah peningkatan jumlah kematian. Kematian massal ini bisa terjadi di kelompok usia produktif sehingga mengakibatkan hilangnya sebuah generasi," tulis PAPDI.
Dalam rilis tersebut, PAPDI juga menyebut rekomendasinya untuk memutus rantai inang Covid-19 dengan berbagai cara.
Selain itu, deteksi dan pengobatan dini pasien Covid-19 juga disebut tidak akan optimal jika tidak dilakukan pemutusan rantai transmisi secara tegas.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
-
Pertamina Bentuk Satgas Nataru Demi Pastikan Ketersediaan dan Pelayanan BBM
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
Terkini
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi