Suara.com - Aturan new normal atau tatanan hidup baru akan diberlakukan seiring dengan pandemi Covid-19 yang terus berkepanjangan.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan Gastro Entero Hepatologi Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyampaikan bahwa pada prinsipnya new normal merupakan tetap menjalankan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari.
Namun itu saja tidak cukup. Menurutnya, penerapan new normal harus dibarengi dengan perilaku masyarakat yang cerdas.
"Kalau mau diterapkan new normal, oke diterapkan, tapi masyarakatnya juga harus cerdas. Ini masih belum cerdas, berita tidak benar diikuti. Karena masyarakat kita tidak kritis, dalam membaca informasi langsung percaya," kata Prof. Ari dalam siaran langsung Instagram, Selasa (2/6/2020).
Ari mengatakan, salah satu hoaks yang masih dipercaya masyarakat mengenai tindakan pergi ke rumah sakit jika sudah mengalami sesak napas.
"Ada hoaks katanya kalau sudah sesak napas baru ke datang ke rumah sakit, (padahal) itu terlambat. Itu berarti sudah masuk minggu kedua. Bagusnya datang di minggu pertama. Masih batuk, pilek, datang ke rumah sakit," katanya.
Jika terbukti terinfeksi virus corona dan datang berobat sebelum mengalami gejala sesak napas, kata Prof. Ari, pasien kemungkinan akan diberikan infus, antivirus, dan oksigen sudah masuk melalui hidung.
Tetapi jika datang ke rumah sakit dalam keadaan sesak napas, kemungkinan yang terjadi kondisi paru-paru sudah parah dan aliran oksigen dalam tubuh sudah buruk.
"Pasien yang tadinya tidak butuh ventilator, jadi butuh," ucapnya.
Baca Juga: 80 Juta Anak Terimbas Pandemi, UNICEF Minta Indonesia Kaji Ulang New Normal
"Banyak hoaks di tengah masyarakat yang menjerumuskan. Baca dulu sumbernya dari mana kalau dapat informasi sebelum disebarkan ke orang lain. Kalau disebarkan, kita ikut mencelakakan orang lain," tambah Ari.
Menurutnya, saat ini Indonesia masih dalam zona merah Covid-19. Terlihat dari jumlah kasus yang tetap bertambah secara signifikan.
"Artinya, kita masih merah. Kalau ini dipaksakan (new normal), ketika ada orang dipaksakan aktivitas, maka angka infeksi masih cukup tinggi. Fasilitas kesehatan, rasa cemas jadi riskan," ujar Prof Ari.
Berita Terkait
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
-
Hasil BRI Super League: Persib Menang Comeback Atas Arema FC
-
Malaysia Turunin Harga Bensin, Netizen Indonesia Auto Julid: Di Sini yang Turun Hujan Doang!
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
Terkini
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!
-
Padel Court Pertama Hadir di Dalam Mal, Bawa Olahraga Jadi Makin Fun!
-
Nyaris Setengah Anak Indonesia Kekurangan Air Minum: Dampaknya ke Fokus dan Belajar
-
Event Lari Paling Seru! 8.500 Pelari Pulang Happy dengan Goodie Bag Eksklusif
-
Manfaat Donor Darah Kurang Maksimal Tanpa Peralatan Pendukung Terbaik
-
Awas, Penyakit Jantung Koroner Kini Mulai Serang Usia 19 Tahun!
-
Anak Rentan DBD Sepanjang Tahun! Ini Jurus Ampuh Melindungi Keluarga
-
Main di Luar Lebih Asyik, Taman Bermain Baru Jadi Tempat Favorit Anak dan Keluarga
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia