Suara.com - Kasus Covid-19 pertama yang dikonfirmasi di New York berasal sumber-sumber Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu dilaporkan oleh studi epidemiologi molekuler pertama SARS-CoV-2 dari para peneliti di sekolah kedokteran Icahn di Mount Sinai.
Dilansir dari Medical Xpress, studi yang diterbitkan Jumat (29/5/2020) di jurnal Science adalah penelitian pertama yang melacak sumber dari kasus New York.
Penelitian itu menunjukkan, bahwa sebagian besar kasus muncul melalui transmisi yang tidak terlacak di Amerika Serikat dan Eropa. Mereka menyatakan, bahwa wabah di New York yang berasal dari China atau Asia hanya menunjukkan bukti kecil.
Para peneliti juga mendokumentasikan penyebaran awal SARS-CoV-2 di New York selama penelitian.
Kota New York telah menjadi salah satu pusat utama infeksi SARS-CoV-2 di AS dengan hampir 17.000 kematian di wilayah tersebut. Mengetahui kapan virus datang ke New York dan rute yang diambil sangat penting untuk mengevaluasi dan merancang strategi penahanan.
Tim peneliti mengurutkan virus yang menyebabkan Covid-19 pada pasien yang mendapatkan perawatan di salah satu rumah sakit Sistem Kesehatan Mount Sinai.
Analisis filogenetik dari 84 genom SARS-CoV2 yang berbeda menunjukkan beberapa strain yang terisolasi terutama dari Eropa dan bagian lain dari Amerika Serikat.
Kelompok virus terkait yang ditemukan pada pasien yang tinggal di lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa penyebaran lokal sudah berlangsung pada 18 Maret.
“Penelitian kami memberikan wawasan yang tak terduga tentang asal dan keragaman patogen virus baru ini,” kata Brianne Ciferri, salah satu peneliti.
Baca Juga: Ketua KPU RI Arief Budiman Bakal Bersaksi di Sidang Suap Wahyu Setiawan
"Kami menemukan bukti yang jelas dan kami mengidentifikasi kelompok regangan di lingkungan yang berbeda di seluruh kota, menunjukkan bahwa transmisi masyarakat yang tidak terlacak sudah berlangsung sebelum Maret," tulis para peneliti.
"Temuan kami menyoroti perlunya respons kesehatan masyarakat awal dalam hal patogen baru yang muncul, semoga bukti yang telah kami temukan mengenai penyebaran awal menjadi pedoman bagi kesehatan masyarakat di masa depan," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak