Suara.com - Penelitian baru menemukan pria botak lebih mungkin menderita gejala virus corona Covid-19 parah daripada yang tidak.
Hubungan antara kebotakan dan gejala virus corona Covid-19 yang parah cukup kuat. Sehingga banyak peneliti menyerukannya supaya dianggap sebagai faktor risiko.
Prof Carlos Wambier, pemimpin studi utama di Brown University mengatakan tim penelitinya benar-benar berpikir bahwa kebotakan salah satu faktor risiko tingkat keparahan pasien Covid-19.
Dilansir oleh The Sun, jika temuannya dikonfirmasi, maka itu bisa menjadi gamechanger untuk merawat pasien virus corona Covid-19 dan bisa mengurangi jumlah pria yang meninggal akibat virus tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria botak secara tidak proporsional rentan meninggal akibat virus corona Covid-19, karena hormon dalam tubuhnya.
Penelitian sebelumnya dan analisis statistik oleh Public Health Inggris menunjukkan bahwa pria dua kali lebih mungkin meninggal karena virus corona Covid-19.
Para ilmuwan pun percaya bahwa kerentanan pria terhadap virus corona Covid-19 disebabkan oleh hormon seks pria yang disebut androgen, yang juga termasuk testosteron.
Hormon androgen itulah yang menyebabkan rambut rontok dan bertindak sebagai pintu masuk untuk virus corona Covid-19 menyerang sel.
Jika teori itu benar, maka penekan hormon yang digunakan untuk mengobati kanker prostat dan kebotakan juga bisa digunakan untuk bug yang mematikan tersebut.
Baca Juga: Alhamdulillah! 150 Pasien Corona di RS Pulau Galang 100 Persen Sembuh
Temuan dari Brown ini mengonfirmasi studi sebelumnya yang menemukan penyebab dan efek sama dengan pasien di seluruh dunia.
Studi serupa yang lebih kecil di Spanyol juga menunjukkan bahwa pria botak memiliki risiko 79 persen menjalani perawatan di rumah sakit akibat Covid-19.
Para ilmuwan juga menemukan hasil serupa pada wanita yang mengalami kerontokan rambut akibat hormon androgen.
Studi Italia lainnya menemukan bahwa pria yang sedang menjalani perawatan kanker prostat dengan terapi kekurangan androgen 4 kali lebih kecil terkena virus corona, dibandingkan pasien yang menjalani perawatan lain.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan