Suara.com - Pandemi Covid-19 telah berdampak pada sebagian besar pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia.
Hasil survei Kementerian Kesehatan, sekitar 83,9 persen pelayanan kesehatan diseluruh wilayah Indonesia terkena dampak. Salah satunya, pelayanan imunisasi yang terhenti.
"Hampir 83,9 persen pelayanan kesehatan terdampak. Artinya pelayanan imunisasi tidak dilaksanakan lagi. Tentu kita tahu dampak kalau imunisasi tidak dilakukan," kata Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes RI drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid dalam konferensi virtual melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Senin (8/6/2020).
Menurut Vensya, perubahan itu serius karena jika dibandingkan antara periode April 2019 dengan April 2020 perbedannya cukup luas. Dampak pandemi Covid-19 mulai terlihat pada April 2020 di mana presentase imunisasi lengkap menurun hampir 4,7 persen dibanding tahun kemarin.
Berdasarkan data Kemenkes, Vensya mengatakan bahwa target angka imunisasi secara nasional sebenarnya sudah yercapai. Tetapi harus dilihat secara detail dari tingkat Kabupaten/Kota hingga RT/RW agar terdeteksi anak yang belum mendapatkan imunisasi.
"Ini strategi yang harus dilaksanakan. Setiap puskesmas mendata anak by name, by addres, dan imunisasi yang harus didapatkan sehingga diketahui imunisasi mana yang belum didapatkan. Harus dilihat secara detail dari yang di lapangan," katanya.
Kemenkes sudah mengeluarkan kebijakan surat edaran kepada seluruh Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas kesehatan dengan menekankan bahwa imunisasi tetap harus dilaksanakan pada masa covid-19.
Vensya mengingatkan, jangan sampai di tengah pandemi covid justru anak-anak terinfeksi penyakit yang sebenarnya sudah ada vaksinnya.
"Namun tetap harus mengikuti protokol kesehatan, yang pasti anak itu sehat. Petugas kesehatan harus menggunakan APD dan tentu menjaga jarak. Diatur pemisahan anak sehat dan sakit, disediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer," tuturnya.
Baca Juga: Insentif Tenaga Medis Belum Cair, Menkeu: Terganjal Verifikasi Kemenkes
Menurut Vensya, imunisasi bukan hanya untuk menjaga anak dari penyakit berbahaya seperti campak dan difteri. Tetapi juga demi menjaga kekebalan komunitas agar tidak terjadi transmisi penyakit yang lain.
"Persyarannya hanya anak-anak di komunitas tersebut paling tidak kalau dari 100 orang, 95 orang harus terimunisasi dengan lengkap. Harus dipenuhi. Kalau engga tinggal tunggu waktu ke depan akan terjadi kejadian luar biasa," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?