Suara.com - Para pejabat di New York secara terbuka mengkhawatirkan protes masyarakat sipil setelah pembunuhan George Floyd membuat angka virus corona meningkat tajam.
Namun, pengujian data yang dikeluarkan oleh pejabat kota dan negara dalam beberapa hari terakhir menunjukkan sedikit bukti adanya lonjakan.
Kondisi ini membingungkan banyak pihak, Namun ahli menyebut hal itu disebabkan beberapa faktor.
Pertama, keterlambatan dalam hasil pengujian dan masa inkubasi yang panjang Covid-19 artinya data sebenarnya mungkin belum muncul.
"Masih terlalu dini untuk mengatakan apa dampak kesehatan masyarakat terhadap protes beberapa minggu terakhir terhadap New York," kata Profesor Summer McGee, dekan Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas New Haven, di Connecticut, demikian seperti dilansir dari New York Post.
McGee mengatakan, ahli akan memiliki gambaran yang jauh lebih baik dalam satu atau dua minggu lagi karena tes positif dan rawat inap tertinggal dari paparan beberapa minggu.
Namun, protes yang berada di luar ruangan di udara segar dan sebagian besar pemrotes di demonstrasi mengenakan masker atau penutup pelindung lainnya, menjadi dua hal penting yang menurut para ilmuwan membantu mencegah penyebaran virus.
"Kebanyakan pengunjuk rasa yang saya lihat mengenakan semacam kain penutup wajah," tambah McGee.
"Tapi kedekatan yang terlalu lama dengan orang lain adalah masalah ketika individu mengenakan bandana dan masker yang kurang efektif."
Baca Juga: Positif Covid di AS Tembus 2 Juta Jiwa, Harga Minyak Dunia Anjlok
Masker semakin penting bagi upaya otoritas kesehatan masyarakat untuk memperlambat penyebaran penyakit.
Sebuah studi baru dari Inggris menunjukkan bahwa bahkan masker kain buatan sendiri dapat secara drasti mengurangi penularan Covid-19.
"Analisis kami mendukung adopsi langsung dan universal masker wajah oleh publik," kata Dr. Richard Stutt, yang memimpin penelitian di Universitas Cambridge.
Dia menambahkan bahwa menggabungkan penggunaan masker secara luas dengan jarak sosial dan beberapa tindakan penguncian bisa menjadi "cara yang dapat diterima untuk mengelola pandemi dan membuka kembali kegiatan ekonomi" ketika para ilmuwan berlomba mengembangkan vaksin untuk virus tersebut.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?