Suara.com - Ketika masih banyak peneliti berlomba mengembangkan vaksin Covid-19 serta obatnya, Jepang telah seolah menjadi korban keberhasilannya sendiri, dengan memperlambat laju infeksi baru. Akibatnya, Negeri Sakura ini mengalami kekurangan pasien yang mendaftar dalam uji klinis.
Uji klinis yang sedang dilakukan ini ditujukan untuk lebih dari 12 vaksin potensial, termasuk enam di China, tetapi uji coba pada manusia pertama di Jepang diperkirakan akan dimulai bulan depan.
"Karena berkurangnya jumlah infeksi virus corona, kami berkeyakinan itu akan memakan waktu sebelum penelitian klinis selesai," kata Tetsuya Nakamura, yang menjalankan percobaan Avigan di Rumah Sakit Universitas Gunma di wilayah Jepang tengah.
Sementara itu, Avigan dari Fujifilm Holdings Corp telah disetujui sebagai pengobatan Covid-19 oleh Rusia dan India, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga telah menggembar-gemborkan potensi obat, namun mereka tidak akan melihat hasil keputusan persetujuan penggunaannya sampai, setidaknya, Juli.
"Sangat disayangkan Avigan telah disetujui di luar negeri tetapi tidak di Jepang sendiri," sambung Nakamura, dikutip Insider.
Jepang telah bernasib baik daripada kebanyakan negara maju lainnya dalam menanggulangi Covid-19 yang telah membunuh lebih dari 470.000 orang di seluruh dunia.
Sekitar 54 uji klinis terkait Covid-19 telah diluncurkan di Jepang, tetapi sebagian besar masih dalam tahap rekrutmen pasien, menurut data pelacakan uji coba.
Ketertarikan pada Avigan, yang secara umum dikenal sebagai favipiravir, melonjak pada Maret setelah seorang pejabat China mengatakan antivirus ini dapat membantu kesembuhan pasien. Sekarang, avigan menjadi subjek dari setidaknya 25 uji klinis di seluruh dunia, termasuk Jepang sendiri.
Fujifilm mengatakan sedang bekerja untuk menyelesaikan uji klinis "sesegera mungkin".
Baca Juga: Dekati Angka 50 Ribu, Pasien Corona di Indonesia Melesat 49.009 Kasus
Dengan kelangkaan pasien di dalam negeri, Jepang mungkin harus lebih mengandalkan data dan hasil dari luar negeri untuk membantu dalam memutuskan persetujuan (dalam) aturan.
"Praktik itu biasa jika kualitas data dianggap cukup baik," kata Yasuyuki Sahara, pejabat kementerian kesehatan.
Sahara tidak mengomentari persetujuan Avigan dari Rusia atau India dan apakah data dari negara-negara itu dapat digunakan di Jepang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern
-
Dont Miss a Beat: Setiap Menit Berharga untuk Menyelamatkan Nyawa Pasien Aritmia dan Stroke
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa
-
Timbangan Bukan Segalanya: Rahasia di Balik Tubuh Bugar Tanpa Obsesi Angka
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!