Suara.com - Kepercayaan tentang daging merah (daging sapi, babi, kambing) mengandung lebih banyak lemak jenuh (jenuh) daripada daging putih (daging unggas dan ikan) telah tersebar luas. Lemak jenuh dan lemak trans dapat meningkatkan kolesterol darah serta penyakit jantung menjadi lebih buruk.
Namun, sebuah penelitian observasional pada 2019 menemukan daging putih sama berbahayanya dengan kadar kolesterol dalam daging merah.
Penelitian ini dipimpin oleh Ronald Krauss, ilmuwan senior dan direktur Penelitian Aterosklerosis di Rumah Sakit Anak Oakland Research Institute, California. Ilmuwan menguji bagaimana asupan daging putih dapat memengaruhi kadar lipid dan lipoprotein yang dapat menyebabkan terbentuknya timbunan lemak di arteri.
Dilansir Medical News Today, studi ini menemukan bahwa tidak makan daging sama sekali dapat menurunkan kolesterol darah jauh lebih banyak dari yang diyakini peneliti sebelumnya.
Mengonsumsi daging merah dan putih meningkatkan kadar kolesterol darah lebih dari konsumsi protein nabati dengan kadar yang setara.
"Ini terutama disebabkan oleh peningkatan partikel kolesterol low-density lipoprotein (LDL) atau kolesterol buruk yang tinggi," catat penulis.
Kadar kolesterol yang meningkat tidak bergantung pada apakah makanan yang dimakan memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi.
"Ketika kami merencanakan penelitian ini, kami mengira daging merah memiliki efek yang lebih buruk dalam kadar kolesterol darah daripada daging putih, tetapi kami terkejut bahwa ini tidak terjadi, pengaruhnya terhadap kolesterol sama persis ketika kadar lemak jenuh setara," tulis Krauss.
Penulis senior menambahkan sumber protein nondaging, seperti sayuran, susu, dan kacang-kacangan, memiliki efek paling menguntungkan dalam kadar kolesterol. Namun, penulis juga mencatat penelitian ini tidak termasuk daging sapi, ikan, atau daging olahan.
Baca Juga: Disebut Buah "Super", Tengok Khasiat Alpukat untuk Umur Panjang
"Penelitian ini adalah yang pertama dalam menunjukkan kedua kategori protein daging menghasilkan konsentrasi LDL yang lebih tinggi daripada yang dihasilkan dari sumber protein nabati," demikian kesimpulan peneliti.
Berita Terkait
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital