Suara.com - Seorang remaja perempuan berusia 14 tahun di Lampung Timur menjadi korban pemerkosaan dan diduga penjualan anak oleh oknum yang bekerja untuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A).
Remaja berinisal NF tersebut sebelumnya merupakan seorang korban pemerkosaan yang dititipkan di rumah aman P2TP2A Lampung Timur. Pelakunya sendiri merupakan Kepala Pelaksana Tugas UPT P2TP2A Lampung Timur, Provinsi Lampung berinisial DA.
Dihubungi oleh Suara.com, Psikolog Anak dan Keluarga Anna Surti Ariani menjelaskan anak korban pemerkosaan sangat mungkin mendapat dampak psikologis yang berat.
Ia juga dampak yang dirasakan anak akan sangat bergantung dari berbagai faktor.
"Misalnya anak ini apa yang dialami, dia usianya berapa, setelah dia kembali ke keluarga apa yang dilakukan, apakah mendukung atau tidak," kata psikolog yang akrab disapa Nina itu kepada Suara.com, Senin (6/7/2020).
Menurut Nina, dampak berkepanjangan bisa terjadi jika penanganan kasus tidak dilakukan secara efektif.
Sebaliknya, dampak bisa diminimalisir ketika pengusutan kasus ditindaklanjuti dengan tepat. "Tergantung kasusnya gimana, apakah ditindaklanjuti atau tidak. Kalau kasusnya ditindaklanjuti dampaknya akan lebih baik daripada tidak ditindaklanjuti," katanya.
Pada kondisi tertentu, kasus yang dialami remaja di Lampung Timur itu bisa saja membuat korban menjadi takut bertemu orang lain.
Nina menjelaskan bahwa dampak seperti itu sangat bergantung dari psikis internal si anak juga dukungan eksternal dari orangtua dan lingkungan.
Baca Juga: Anak yang Diperkosa Kepala Rumah Aman P2TP2A Lamtim Dijual Rp 700 Ribu
"Jadi misalnya katakan habis ini gak ada yang nanganin, lalu misalnya dia anak yang sensitif, bisa saja nanti jadi ketakutan bertemu orang lain atau berhubungan dengan orang lain. Tapi bisa juga baik-baik saja, seperti gak ada masalah kalau nanti gak ada isu gitu. Bisa juga nanti efeknya baru muncul saat dia dewasa. Karena sangat tergantung dari banyak hal," ucapnya.
Sementara itu, terhadap orangtua korban, menurut Nina tetap harus mencari dukungan dari pihak lain untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Memang harus dicari, diperjuangkan untuk mendapat dukungan dari orang lain supaya bisa menuntaskan permasalahan," ucapnya.
"Lebih baik cari bantuan dari para ahli. Bisa macam-macam, bisa dokter anak, tumbuh kembang, psikolog, ahli hukum, pekerja sosial," tutup Nina.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah