Suara.com - Orang yang sulit tidur malam atau insomnia secara signifikan lebih tinggi berisiko terserang diabetes tipe 2, meskipun secara kasat mata terlihat berat badannya ideal.
Dilansir dari Daily Mail, Kamis (10/9/2020) sebuah tinjauan terhadap 1.000 lebih studi tentang diabetes menunjukkan insomnia berisiko 17 persen dibanding mereka yang tidur nyenyak.
Ini terjadi karena kurang tidur menyebabkan perubahan hormon yang mengatur rasa lapar dan nafsu makan, yang membuat orang lebih ingin makan berlebihan khususnya makanan manis yang meningkatkan risiko obesitas dan diabetes.
Insomnia juga mengganggu irama sirkadian untuk melepaskan insulin, yang mampu menjaga kadar gula dalam darah tetap terkendali.
Di Eropa, Inggris termasuk negara yang paling kurang tidur, karena dua pertiga orang dewasa mengaku jam tidur malamnya kurang dari 7 jam.
Hasil penelitian ini didapatkan setelah peneliti Karolinska Institute Stockholm, Swedia meninjau 1.360 penelitian terkait diabetes tipe 2. Di Swedia sendiri ada lebih dari 4 juta orang dengan diabetes.
Diabetes tipe 2 adalah kondisi di mana seseorang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas karena tidak berolahraga dan kelebihan kadar gula dalam darah. Apabila dibiarkan bisa merusak organ liver, ginjal, hingga jantung.
Sedangkan menurut pemaparan Dokter spesialis penyakit dalam Siloam Hospitals Lippo Village dr. Leny Puspitasari, Sp.PD - KEMD, Indonesia menempati urutan ke-6 dari sepuluh negara dengan jumlah pasien diabetes tertinggi, yakni 10,3 juta pasien per tahun 2017 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 16,7 juta pasien per tahun 2045.
Dibanding perilaku lainnya, ternyata kurang tidur punya pengaruh yang sangat signifikan terserang diabetes tipe 2, risikonya bertambah hampir seperlima .
Baca Juga: Benarkah Nasi Putih Bisa Sebabkan Diabetes? Cek Dulu Faktanya!
"Strategi pencegahan diabetes disoroti dari berbagai perspektif, seperti menurunkan obesitas, kebiasaan merokok, meningkatkan kesehatan mental, memperbaiki kualitas tidur, tingkat pendidikan dan berat lahir," ujar Peneliti Utama Profesor Susanna Larsson.
Meski dalam penelitian itu tidak menyebutkan berapa lama seharusnya orang tidur malam agar tidak masuk golongan insomnia, tapi dijelaskan seharusnya orang dewasa tidur 6 hingga 8 jam sehari.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan