Suara.com - Banyak orang menganggap kesehatan jiwa hanya bisa dipelihara dan dijaga setelah manusia terlahir ke dunia. Tapi pandangan itu keliru, kesehatan jiwa sudah perlu diperhatikan sejak proses sel telur dan sperma bertemu.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Dr. dr. Diah Setia Utami SpKJ, MARS mengatakan kesehatan jiwa orangtua, khususnya ibu saat mengandung anak harus diperhatikan, salah-salah kejiwaan anak yang terancam.
"Seorang ibu ketika dia hamil, dia mengalami suatu situasi tekanan jiwa maka tentu akan berpengaruh pada anak yang dilahirkan, ini akan berkelanjutan sampai nanti mereka dewasa," ujar Dr. Diah dalam diskusi Webinar Kemenkes RI dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Kami (1/10/2020).
Menurut Dr. Diah sejak dari rahim anak merasakan kenyamanan, ketenangan dan keamanan dalam perut ibu dengan segala proses biologis di dalamnya.
Setelah proses mengandung dan dilahirkan, fase kesehatan jiwa harus terjaga dan ada dalam pola pengasuhan orang tua. Saat diasuh anak harus mendapatkan haknya disayang dan dikasihi orangtua.
"Ketika mereka dalam pengasuhan, mereka juga dapat berkembang baik secara fisik maupun secara psikis, sesuai dengan fase kehidupannya," jelasnya.
Deputi Rehabilitasi BNN itu mengingatkan selesainya setiap fase pertumbuhan tidak hanya penting secara fisik, tapi juga fase perkembangan psikis alias mental dan jiwa juga harus terselesaikan setiap tahap umur anak.
"Apabila fase itu tidak selesai, maka kemampuan manusia tersebut dalam adaptasi tentu tidak akan sebaik apabila mereka bisa melewati fase itu dengan baik," tuturnya.
Dampak kesehatan jiwa ini dinilai penting dalam terbentuknya suatu negara yang unggul. Apalagi pada 2030-2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi, dan apabila kesehatan jiwa tercapai maka cita-cita menuju Indonesia emas bakal tercapai.
Baca Juga: Cegah Sebelum Terlambat, Ini Cara Mudah Hindari Kehamilan Risiko Tinggi
"Apabila mereka unggul sebagai manusia sehat baik secara fisik maupun secara psikis, tentu produktivitas akan meningkat. Dan pada 2030 kita akan mendapatkan bonus demografi yang sesuai," imbuhnya.
Manusia atau SDM yang unggul ini meliputi knowledge (pengetahuan), skill (kemampuan) dan attitude (perilaku) yang seimbang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!