Suara.com - Sebuah penelitian yang terbit dalam The Lancet Infectious Diseases menyatakan bahwa pasien Covid-19 dapat mengalami gejala yang lebih parah saat terinfeksi untuk kedua kalinya.
Hingga kini sudah ada 25 kasus infeksi virus corona ulang di dunia. Dan salah satu pasien dari Belanda telah dilaporkan meninggal dunia setelah terinfeksi untuk yang kedua kalinya.
Pasien, seorang perempuan berusia 89 tahun diyakini sebagai kasus kematian akibat infeksi Covid-19 ulang pertama.
Menurut The Health Site, saat sang pasien pertama kali terinfeksi, ia mengembangkan gejala demam tinggi dan batuk parah.
Dia dipulangkan dari rumah sakit lima hari kemudian dengan hasil dua tes PCR negatif dan gejalanya hilang.
Setelah dua bulan, ia kembali terinfeksi dengan virus corona jenis yang berbeda. Perempuan ini mengalami demam, batuk, dan sesak napas yang parah, hingga harus kembali dirawat di rumah sakit.
Sebelum infeksi kedua, ternyata perempuan ini menderita Macroglobulinemia Waldenström, suatu bentuk kanker sumsum tulang langka, yang tampaknya telah melemahkan sistem kekebalannya.
Dia terinfeksi ulang pada dua hari perawatan kemoterapi dan meningal dunia dua minggu kemudian.
Infeksi Ulang Menyebabkan Gejala yang Lebih Parah
Baca Juga: Kasus Kelima, Pasien Virus Corona Terinfeksi Ulang Setelah 48 Hari Sembuh
Studi yang terbit dalam The Lancet juga melaporkan kasus infeksi ulang Covid-19 pertama yang dikonfirmasi di Amerika Serikat.
Seorang pria asal Nevada berusia 25 tahun terinfeksi dengan dua varian SARS-CoV-2 yang berbeda dalam jangka waktu 48 hari. Pasien terinfeksi pertama kali pada April dan positif untuk kedua kali pada Juni.
Menurut laporan, pasien menderita gejala yang lebih parah selama infeksi kedua, meski sebenarnya ia tidak memiliki masalah dengan kekebalannya atau penyakit penyerta. Membuatnya harus mendapat bantuan oksigen.
Gejala yang dirasakan saat infeksi kedua adalah demam, sakit kepala, pusing, batuk, mual, dan diare.
Sekarang, pasien telah pulih dan keluar dari rumah sakit.
Ada beberapa hipotesis tentang tingkat keparahan infeksi kedua. Satu teori mengatakan mungkin pasien Covid-19 terkena virus dalam jumlah lebih banyak, yang menyebabkan reaksi lebih parah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda