Suara.com - Sebuah penelitian terhadap 100 orang yang terinfeksi virus corona, ditemukan bahwa orang yang mengalami gejala memiliki reaksi sel T yang jauh lebih tinggi dan bertahan selama enam bulan.
Namun, belum jelas apakah hal ini mengarah pada perlindungan yang lebih baik terhadap infeksi ulang atau tidak.
Menurut peneliti, adalah satu dari banyaknya teka-teki tentang kekebalan tubuh, dan masih banyak hal yang harus dipelajari.
Pertanyaan yang saat ini belum terjawab adalah apakah sekali terinfeksi virus corona seseorang akan terlindungi dari infeksi kedua, dan jika demikian, berapa lama kekebalan ini akan bertahan.
Antibodi dibuat oleh tubuh sekitar 10 hari setelah terinfeksi, tetapi, kelihatannya, akan menurun seiring waktu.
Selain itu, peneliti juga menemukan sejenis sel kekebalan yang disebut sebagai sel T, akan menyerang sel yang terinfeksi virus. Ini dikenal sebagai respons imun seluler.
Studi ini, yang belum ditinjau atau diterbitkan dalam jurnal, menunjukkan sel T dapat memainkan peran yang lebih penting.
Dilansir BBC, penelitian ini dilakukan oleh Konsorsium Imunologi Coronavirus Inggris, yang melibatkan Universitas Birmingham, fasilitas penelitian klinis NIHR Manchester, dan Kesehatan Masyarakat Inggris.
"Hasil awal menunjukkan respons sel-T mungkin bertahan lebih lama dari respons antibodi awal, yang dapat berdampak signifikan pada pengembangan vaksin Covid-19 dan penelitian kekebalan," kata Dr Shamez Ladhani, penulis studi dan konsultan epidemiologi di Public Health England.
Baca Juga: Tingkatkan Kekebalan hingga Kesehatan Mata, Simak 4 Manfaat Ubi Jalar
Prof Paul Moss, dari Universitas Birmingham, mengatakan ini adalah penelitian pertama di dunia yang menunjukkan imun seluler yang kuat tetap bertahan enam bulan setelah infeksi.
Para peneliti berhipotesis respons sel T yang baik mungkin akan memberi orang bergejala lebih banyak perlindungan agar tidak terinfeksi virus corona lagi.
Mereka mengatakan penting untuk memeriksa respons sel T dalam uji coba vaksin Covid-19.
"Kami sekarang membutuhkan lebih banyak penelitian untuk mengetahui apakah orang yang bergejala lebih terlindungi dari infeksi ulang di lain waktu," ujar Prof Moss.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
- 5 Mobil Bekas di Bawah 50 Juta Muat Banyak Keluarga, Murah tapi Mewah
Pilihan
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
-
Satu Indonesia ke Jogja, Euforia Wisata Akhir Tahun dengan Embel-embel Murah Meriah
Terkini
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek