Suara.com - Bagi pelari atau pendaki gunung, rutinitas berjalan kaki kerap jadi bumerang bagi persendian. Terlebih bila medan yang dilalui cenderung menurun, lutut rasanya sakit dan tak kuasa menahan beban.
Mengutip Healthfully, sakit di bagian lutut baiknya tidak dibiarkan berlarut-larut dan menunggu sampai parah hingga menyebabkan sindrom pita iliotibial atau dikenal dengan sindrom ITB.
Sindrom ini terjadi saat semakin lutut menekuk, maka semakin sering mengikis pita iliotibial. Pita iliotibial sendiri merupakan jaringan fibrosa tebal yang dimulai dari pinggul, membentang di sepanjang kaki dan melintasi lutut.
Saat sindrom terjadi, pada awalnya rasa sakit seperti kebas atau tumpul, lalu perlahan berubah nyeri menyayat seperti pisau tajam di lutut saat sedang menuruni bukit.
Pertolongan pertama mengatasi sindrom ini adalah dengan beristirahat. Dokter biasanya akan meminta pasien menjulurkan lutut lalu mengompresnya selama 20 menit sekali, mengonsumsi obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau suntikan kortison.
Sayangnya sindrom ITB sangat sulit diobati. Jika pengobatan gagal, maka solusinya adalah menjalani operasi pemotongan pita iliotibial di bagian lutut agar tidak menekan.
Selain sindrom ITB, ada juga istilah runners knee -- sindrom yang rasa sakit intens yang dirasakan saat berlari menuruni bukit. Sindrom ini dikenal dengan nama lain nyeri patellofemoral.
Nyeri patellofemoral biasanya terjadi karena adanya iritasi tulang paha yang sering bersentuhan dengan patela atau penutup lutut.
Akibat sering bersentuhan ini gejalanya bisa memburuk, apalagi tulang paha bisa memberikan beban lebih banyak saat Anda menuruni bukit. Sama seperti sindrom ITB, solusi untuk nyeri patellofemoral adalah mengistirahatkan lutut mengonsumsi obat antiinflamsi dan mengompresnya dengan es.
Baca Juga: Nyeri Sendi hingga Otot Lemah Bisa Jadi Gejala Kekurangan Vitamin D
Sedangkan pembedahan atau operasi adalah cara terakhir, menggunakan prosedur artoskopi untuk menghaluskan bagian penutut lutut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat