Suara.com - Presiden Donald Trump dan beberapa pejabat lain seperti mantan Walikota New York City, Rudy Giuliani, semuanya menerima antibodi monoklonal ketika menjalani perawatan karena positif Covid-19.
Meski memiliki faktor risiko seperti usia dan berat badan yang bisa membuat kondisi lebih parah, mereka pulih dengan cepat. Karena itu, mereka semua memuji peran dari antibodi monoklonal.
Tetapi dilansir dari USA Today, hanya sebagian kecil dari dosis itu yang mencapai orang-orang yang dapat memperoleh manfaat darinya, kata Sekretaris Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Alex Azar.
Alasannya adalah perpaduan antara sains dan politik, dengan beberapa tantangan logistik dan kepegawaian.
Antibodi monoklonal, menurut laman Food and Drug Administration (FDA) adalah protein buatan laboratorium untuk melawan antigen berbahaya seperti virus.
Ia akan meniru proses alami sistem kekebalan, menyediakan molekul yang biasanya diproduksi tubuh untuk melawan penyakit. Ant spesifik untuk setiap penyakit, tetapi telah terbukti sangat efektif melawan kondisi lain, termasuk Ebola, rheumatoid arthritis, dan beberapa jenis kanker.
Bamlanivimab adalah antibodi monoklonal yang secara khusus ditujukan untuk melawan lonjakan protein SARS-CoV-2, yang dirancang untuk memblokir perlekatan virus dan masuk ke dalam sel manusia.
Trump sangat terkesan dengan antibodi monoklonal, dia berjanji untuk membuatnya tersedia secara gratis untuk semua orang di Amerika Serikat. Sejak saat itu, pemerintah membeli dan mengirimkan lebih dari 250.000 dosis dua terapi ke rumah sakit di seluruh negeri.
Tetapi, belum ada penelitian secara jelas menyebut bahwa antibodi monoklonal membantu pasien pulih lebih cepat. Dua panel utama yang merekomendasikan bagaimana dokter harus merawat pasien Covid-19, menolak untuk mendukung antibodi monoklonal. Sampai mereka melakukannya, dokter mungkin ragu-ragu untuk meresepkan pengobatannya.
Baca Juga: Masih Pandemi, Rey Mbayang dan Dinda Hauw Tunda Liburan ke Turki
"Meskipun ini tampak menjanjikan, tidak ada cukup bukti konklusif untuk mengetahui bahwa ini memiliki manfaat klinis, "kata Dr. Rajesh Gandhi, dokter penyakit menular di Rumah Sakit Umum Massachusetts dan Harvard Medical School, yang duduk di kedua panel pedoman.
Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit terlalu sakit untuk mendapatkan manfaat dari obat-obatan tersebut, dan sulit untuk memberikan obat kepada pasien Covid-19 yang tidak cukup sakit untuk dirawat di rumah sakit, kata Gandhi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?