Suara.com - Dahulu, satu-satunya cara untuk mengatasi aritmia adalah dengan meresepkan obat-obatan. Aritmia sendiri merupakan kondisi jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau bahkan tidak teratur.
Sayangnya efektivitas obat-obatan untuk pengobatan aritmia tidak terlalu tinggi dan perlu pemantauan yang ketat.
Selain itu, obat-obatan anti-aritmia juga sering memiliki efek tidak diharapkan dan mempunyai interaksi dengan obat-obatan lainnya.
Namun pada beberapa dekade terakhir, banyak pasien yang menderita aritmia yang memilih untuk menjalani tindakan ablasi, karena tingkat keberhasilan yang tinggi dan pasien bisa bebas obat.
Tindakan ini merupakan tindakan intervensi non-bedah dengan menggunakan kateter yang dapat digunakan untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal pada jantung seseorang.
Di Indonesia, dr Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP(K) dari Heartology Cardiovascular Center pernah melakukan tindakan ablasi 3 dimensi menggunakan HD Grid 3D Mapping system pada seorang pasien laki-laki berusia 70 tahun.
"Pasien ini menderita gangguan aritmia fibrilasi atrium atau FA. FA adalah gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan di dunia. Di Indonesia saat ini, FA diperkirakan diderita oleh lebih dari 2 juta orang," kata Sunu seperti yang Suara.com kutip dari siaran pers, Sabtu (9/1/2021).
Penderita FA sendiri dianggap memiliki risiko stroke sampai lima kali lipat lebih tinggi dibanding pasien yang bukan FA. Selain itu, derajat keparahan stroke pasien FA juga lebih tinggi.
Sejauh ini obat-obat sudah dikonsumsi maksimal oleh pasien tersebut, namun penyakitnya belum teratasi. Oleh karena itu, pasien ini perlu dilakukan tindakan kateter ablasi untuk menghilangkan sumber aritmianya," tambah Sunu.
Baca Juga: Perubahan Detak Jantung Gejala Covid-19 dan Berita Terpopuler Lainnya
Ia melanjutkan, Fibrilasi Atrium merupakan salah satu jenis aritmia yang kompleks. Sumber aritmia utama berasal dari ke-empat vena pulmonalis yang berada di atrium atau serambi jantung sebelah kiri.
Kompleksitasnya terutama terletak pada banyaknya titik/sumber aritmia yang harus dihilangkan (di-ablasi), sehingga tingkat kekambuhan tindakan ablasi FA berkisar 25-30% setahun pascatindakan.
Karena itu, teknologi HD Grid 3D Mapping system yang digunakan dianggap memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, termasuk FA.
"Paradigma lama menggunakan kateter bipolar , sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional, sehingga bisa mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar."
Selain itu, teknologi pemetaan tersebut juga menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi.
Hal ini, kata Sunu, dibuktikan dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi tersebut mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi hanya sekitar 5-10 persen setahun pascatindakan, atau artinya 5 sampai 6 kali lipat lebih baik dibanding teknologi yang lama.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar