Suara.com - Pedangdut Muhammad Ridho atau akrab dikenal dengan nama Ridho Rhoma dikabarkan kembali ditangkap karena kasus narkoba. Berdasarkan keterangan Kombes Pols Yusri Yunus, Ridho Rhoma positif mengonsumsi amfetamin alias ekstasi.
Amfetamin merupakan stimulator dari sistem saraf pusat. Biasanya, amfetamin digunakan mengobati beberapa kondisi medis. Namun, karena sifatnya yang membuat candu, obat ini sering disalahgunakan.
Amfetamin dapat mengaktifkan reseptor di otak dan meningkatkan aktivitas sejumlah neurotransmiter, terutama norepinefrin dan dopamin. Hal ini dikaitkan dengan kesenangan, gerakan, dan perhatian.
Dilansir dari Medical News Today, dalam penggunaan medis, amfetamin digunakan untuk beberapa kasus. Apa saja?
1. Gangguan hiperaktif defisit perhatian (ADHD)
ADHD ditandai dengan hiperaktif, mudah marah, ketidakstabilan mood, kesulitan perhatian, kurangnya organisasi, dan perilaku impulsif. Biasanya gangguan ini terjadi pada anak-anak. Namun, pada beberapa kasus bisa terbawa hingga dewasa.
Amfetamin akan membalikkan beberapa gejala di atas, dan telah terbukti meningkatkan perkembangan otak dan pertumbuhan saraf pada anak-anak dengan ADHD.
Pengobatan jangka panjang dengan obat berbasis amfetamin pada anak-anak tampaknya mencegah perubahan yang tidak diinginkan pada fungsi dan struktur otak.
Berdasarkan penelitian, penggunaan stimulan seperti amfetamin untuk ADHD sangat berguna untuk penderita ADHD. Mengonsumsinya dapat mengubah struktur otak seperti orang normal pada biasanya.
2. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gangguan di mana seseorang akan mengalami rasa kantuk yang berlebihan di siang hari. Untuk mengobatinya, biasanya dalam pengobatan medis memberikan amfetamin untuk mengurangi gejala tersebut.
Baca Juga: Dipakai Ridho Rhoma, Amfetamin Bisa Sebabkan Euforia dan Ketagihan
Seiring berjalannya waktu, karena efek samping amfetamin yang tidak baik bagi tubuh, pengobatan narkolepsi digantikan oleh modafinil, yaitu obat untuk meningkatkan kesadaran. Hal ini juga menghindari sifat amfetamin yang membuat seseorang kecanduan.
3. Obesitas
Amfetamin pertama kali digunakan untuk obesitas pada tahun 1930-an. Hal ini karena amfetamin dapat menekan nafsu makan seseorang. Namun, karena efek sampingnya yang membuat candu dan membuat malnutrisi serta depresi saat berhenti mengonsumsinya, dokter melarang penggunaan amfetamin untuk menurunkan berat bada pada 1950-an.
Pada 2015, setelah melakukan penelitian kecil, peneliti menyarankan bahwa dexamphetamine mungkin merupakan cara yang aman dan efektif untuk meningkatkan motivasi orang untuk perubahan gaya hidup yang dapat menyebabkan penurunan berat badan.
4. Depresi
Sejak 1930-an amfetamin dipercaya sebagai obat untuk mengatasi gangguan afektif, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan skizofrenia. Namun, setelah mengetahui efek samping yang buruk, penggunaannya diganti dengan obat antidepresan lainnya.
Penggunaan amfetamin tetap digunakan untuk mengobati depresi, tetapi diiringi dengan obat antidepresan lain. Hal ini dapat mengurangi efek samping candu terhadap amfetamin. Dalam sebuah penelitian yang diikuti 65 pasien yang memakai amfetamin bersamaan dengan pengobatan normal, 38 orang menunjukkan peningkatan yang signifikan, khususnya dalam hal energi, suasana hati, dan aktivitas psikomotor. (Fajar Ramadhan)
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
Terkini
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara