Suara.com - Penyebaran mutasi virus corona baru di beberapa negara menimbulkan kekhawatiran vaksin tidak lagi efektif menangkal Covid-19, sehingga peneliti perlu memodifikasi vaksin tersebut.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat atau yang disebut FDA baru saja mengeluarkan pedoman jika peneliti tidak perlu menjalani serangkaian uji klinis yang panjang saat memodifikasi vaksin.
Namun vaksin modifikasi hanya perlu diuji dalam skala yang lebih kecil, selaiknya pengembangan vaksin flu setiap tahunnya.
"Dengan mengeluarkan panduan, kami ingin masyarakat Amerika Serikat tahu jika kami menggunakan segala cara untuk menghentikan pandemi, termasuk saat virus bermutasi," ujar Komisaris FDA, Dr. Janet Woodcock, mengutip Live Science, Selasa (23/2/2021).
Seperti diketahui varian baru virus corona yang pertama kali terdeteksi di Afrika yang dikenal dengan varian B.1.351, dinilai kurang efektif jika diperangi oleh vaksin Pfizer dan Moderna, dua vaksin yang sudah mendapat izin darurat FDA AS.
Jika virus ini terus berevolusi dan menjadi sepenuhnya resisten terhadap vaksin Covid-19 yang sudah ada. Maka vaksin perlu dimodifikasi dengan cepat, dan sangat mungkin jika menggunakan teknologi mRNA, seperti yang digunakan Pfizer dan Moderna, yang memungkinkan modifikasi dilakukan dalam waktu enam minggu.
Jika biasanya uji klinis perlu dilakukan terhadap ribuan orang, maka untuk memodifikasi vaksin hanya cukup disuntikkan pada kelompok kecil sukarelawan. Setelahnya sampel darah relawan akan diuji di laboratorium.
Pedoman FDA ini juga memungkinkan peneliti menguji vaksin modifikasi pada hewan, orang yang sudah diberi vaksin, dan mereka yang belum disuntik vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca Juga: 6 Bulan Pertama setelah Infeksi, Pasien Covid-19 Alami Kerontokan Rambut
Berita Terkait
-
Profil Carina Joe, Pahlawan Vaksin Covid-19 Raih Bintang Jasa Utama dari Presiden Prabowo
-
Mengenal COVID-19 'Stratus' (XFG) yang Sudah Masuk Indonesia: Gejala dan Penularan
-
Kenali Virus Corona Varian Nimbus: Penularan, Gejala, hingga Pengobatan Covid-19 Terbaru
-
Mengenal Virus Corona Varian Nimbus, Penularan Kasus Melonjak di 13 Negara
-
7 Fakta Kenaikan Kasus COVID-19 Dunia, Thailand Kembali Berlakukan Sekolah Daring
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Seoharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
-
Bukan Cuma Joget! Kenalan dengan 3 Influencer yang Menginspirasi Aksi Nyata untuk Lingkungan
-
Heboh! Rekening Nasabah Bobol Rp70 Miliar di BCA, OJK dan SRO Turun Tangan, Perketat Aturan!
-
Emiten Sejahtera Bintang Abadi Textile Pailit, Sahamnya Dimiliki BUMN
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan