Suara.com - Dokter sekaligus penulis 6 buku, salah satunya The New Health Rules, di Afrika Selatan Frank Lipman, mengatakan 70% sistem kekebalan tubuh berada di dalam atau di sekitar usus.
"Usus adalah penghalang internal yang melindungi kita dari dunia luar, semua partikel asing yang Anda makan dan minum. Itu memberi tahu Anda betapa pentingnya mikrobioma untuk kekebalan," kata Lipman, dilansir South China Morning Post.
Semakin banyak orang yang menderita masalah pencernaan atau masalah kesehatan usus yang buruk, disebut dysbiosis. Lipman yakin negara maju sedang mengalami epidemi ini.
Di samping itu, semakin banyak wanita berusia awal 20 hingga 30-an tahun menderita masalah kulit, depresi, kelelahan, masalah berat badan, masalah hormon, dan perubahan suasana hati.
Lipman mengatakan semua masalah tersebut didasarkan pada ketidakseimbangan mikrobioma usus, yang bisa diobati dengan perubahan pola makan, gaya hidup, dan konsumsi suplemen.
Faktor lainnya dari penurunan kesehatan usus adalah bahan kimia yang digunakan dalam pertanian, seperti herbisida, insektisida, fungisida dan alat bantu panen.
Misalnya, glisofat bahan kimia pembunuh gulma yang paling umum digunakan. Ada penelitian menunjukkan herbisida ini dapat menyebabkan kanker.
Jadi, kemungkinan besar beberapa makanan yang kita konsumsi mengandung bahan kimia ini.
"Masalah dengan usus kita dimulai ketika lapisan, yang sangat tipis, menjadi rusak. Seringkali oleh bahan kimia yang ditemukan di dalam atau pada makanan,” kata Lipman.
Baca Juga: Jangan Cuma Buah dan Sayur, 5 Pola Makan Ini Baik untuk Kesehatan Usus
"Saat itulah usus Anda bocor, dan metabolit dari bakteri di mikrobiom Anda bisa masuk ke aliran darah dan menyebabkan sistem kekebalan yang meradang," sambungnya.
Namun ia mengatakan bahwa usus bocor hampir selalu bisa disembuhkan, biasanya diobati dengan prebiotik, detoksifikasi, postbiotik, dan suplemen seperti minyak ikan, omega 3 dan asam lemak.
Menjaga usus kita bahkan lebih penting selama pandemi virus corona, sebab ketidakseimbangan bakteri usus terkait dengan tingkat keparahan penyakit.
Berdasarkan studi oleh Chinese University of Hong Kong, respon imun lebih lemah pada orang-orang yang hanya memiliki keragaman bakteri usus sedikit.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif