Suara.com - Untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, penderita talasemia harus fokus untuk menjaga kesehatan tubuhnya, salah satunya dengan menghindari paparan infeksi.
Talasemia sendiri adalah penyakit kronik akibat kelainan darah yang diturunkan dari orangtua. Kondisi ini menyebabkan tubuh memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah daripada orang normal pada umumnya.
Alhasil, tanpa bantuan transfusi darah setiap 2 hingga 4 minggu sekali, penderita talasemia tidak bisa menjalani hidup normal, bahkan bisa memicu komplikasi penyakit lain jika tidak dikendalikan.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PP PHTDI) Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, SpPD–KHOM menyarankan para penderita talasemia dan keluarganya untuk berhati-hati terhadap infeksi, baik itu kuman, bakteri, atau virus.
Hal ini penting dilakukan lantaran kekebalan tubuh penderita talasemia cenderung lemah dan mudah sakit dibandingkan orang normal pada umumnya. Hal ini terjadi akibat seringnya penderita talasemia menerima donor darah 2 hingga 4 minggu sekali.
"Makin sering ditransfusi darah, maka akan terjadi pembentukan antibodi atau penurunan imun sehingga mudah infeksi," ujar Dr. Tubagus dalam peringatan Hari Talasemia Dunia bersama Kemenkes beberapa waktu lalu.
Mirisnya, bukan hanya infeksi dari faktor lingkungan, penderita talasemia juga bisa tertular atau terinfeksi penyakit dari darah yang didonorkan, jika dalam darah tersebut terkandung virus atau komponen yang menyebabkan penerimanya sakit.
"Kita udah menskrining (stok darah) dari hepatitis B, C, HIV atau sifilis, tapi ada yang tidak diskrining termasuk malaria. Jadi, tranfusi darah yang diberikan pada penyandang talasemia harus aman dari infeksi," jelas Dr. Tubagus.
Di masa pandemi Covid-19, kondisi penderita talasemia bisa semakin buruk jika terinfeksi Covid-19 akibat sistem imunnya yang melemah. Bahayanya, jika terus dibiarkan, talasemia yang juga salah satu penyakit kronik ini bisa berkomplikasi menyebabkan kerusakan organ tubuh lain.
Baca Juga: Sama-sama Buat Lesu dan Muka Pucat, Ini Beda Anemia dan Talasemia
"Masalahnya, pada masa Covid-19, mereka harus datang sendiri 2 sampai 5 minggu sekali untuk merima donor darah. Bayangkan naik kendaraan umum terpapar ekspos OTG (orang tanpa gejala) atau penderita tidak ketahuan," pungkas Dr. Tubagus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
-
Harga Emas Antam Stagnan, Hari Ini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Poin-poin Utama UU BUMN: Resmi Disahkan DPR RI, Selamat Tinggal Kementerian BUMN
-
LPS soal Indeks Situasi Saat Ini: Orang Miskin RI Mengelus Dada
Terkini
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit