Suara.com - Para peneliti dari UCL Cancer Institute, Inggris, menemukan obat asma dapat menyusutkan tumor otak hingga 50 persen pada percobaan tikus.
Berdasarkan temuan mereka, obat asma Pranlukast dapat menekan glioblastoma, bentuk paling umum dan berbahaya dari kanker otak. Cara kerjanya dengan mengubah sel tumor berbahaya menjadi sel pelindung otak.
Ketika sel tumor menyebar ke materi putih pelindung otak, peneliti berusaha memperbaiki kerusakannya dengan mengubahnya menjadi sel yang menyerupai materi putih yang sudah dirusak.
Meski obat asma, Pranlukast mengandung molekul yang menyebabkan sel tumor otak berperilaku seolah-olah telah bersentuhan dengan materi putih.
"Artinya, obat ini dapat digunakan untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi titik lemah tumor dengan mengubah sel kanker berbahaya menjadi sesuatu yang menyerupai materi putih otak," kata peneliti, dilansir Inews UK.
"Yang mengejutkan kami, ketika sel tumor menyebar ke materi putih otak, itu membuat glioblastoma kurang egresif," sambungnya.
Menurut mereka, respon tersebut disebabkan oleh tumbuhnya tumor yang melukai materi putih dan pada akhirnya merespon bagian ini dengan mencoba memperbaikinya.
"Hal ini menyebabkan sel tumor matang menjadi sel yang menyerupai sel otak normal, yang menyusun materi putih. Dalam keadaan dewasa ini, sel tumor menjadi kurang bisa tumbuh dan menyebar,” lanjut mereka..
Karena hasil tersebut, peneliti ingin menguji obat tersebut pada manusia. Jika berjalan secara baik, uji klinis akan dimulai dalam lima tahun.
Baca Juga: Jurnal Medis The Lancet: Obat Asma Manjur sebagai Obat Covid-19
Meski begitu, peneliti memperingatkan bahwa diperlukan jauh lebih banyak tes untik menentukan apakah obat itu efektif pada manusia.
"Kami sangat bersemangat tentang itu dan pasti sesuastu yang ingin kami kejar. Tetapi ini masih sangat awal," kata penulis studi Profesor Simona Parrinello.
Kepala eksekutif Cancer Research UK Michelle Mitchell mengatakan studi awal ini sangat menarik karena bisa berarti obat asma yang dapat membantu penderita glioblastoma.
"Menggunakan kembali obat yang telah lulus uji keamanan akan menghemat banyak waktu dibandingkan dengan mengembangkan pengobatan baru dari awal, waktu yang akan membuat perbedaan luar biasa bagi kehidupan orang yang terkena glioblastoma," tanggap Mitchell.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
-
Obat Sakit Gigi Pakai Getah Daun Jarak, Mitos atau Fakta?
-
Pilih Buah Lokal: Cara Asik Tanamkan Kebiasaan Makan Sehat untuk Anak Sejak Dini
-
Sinshe Modern: Rahasia Sehat Alami dengan Sentuhan Teknologi, Dari Stroke Hingga Program Hamil!