Suara.com - Para ilmuwan mengatakan plasenta bisa menunjukkan risiko komplikasi kehamilan yang dialami oleh ibu hamil pada trimester pertama. Tim St. John's College, University of Cambridge telah meneliti hal ini menggunakan model tikus.
Tim peneliti mencoba mengisolasi sel endokrin dan membuat profil plasenta untuk membentuk peta protein hormonal, kemudian dibandingkan dengan kumpulan data dari studi plasenta manusia.
"Kami tahu bahwa plasenta mendorong banyak perubahan dalam tubuh wanita selama kehamilan dan penelitian kami menemukan biomarker hormonal dari plasenta yang bisa menunjukkan wanita mana yang akan mengalami komplikasi kehamilan," kata Dr Amanda Sferruzzi-Perri, penulis utama dari the studi dikutip dari Fox News.
Dr Amanda menemukan bahwa biomarker ini hadir sejak trimester pertama kehamilan, biasanya komplikasi kehamilan baru terdiagnosis pada trimester kedua atau ketiga ketika gangguan itu sudah cukup serius bagi ibu hamil dan janinnya.
Penelitian lain menjelaskan bahwa plasenta ini bertanggung jawab untuk menyediakan nutrisi dan oksigen yang disediakan ibu hamil untuk janinnya dan mengeluarkan produk limbah janin.
Tim yang mempublikasikan penelitian mereka di Nature Communications Biology, melihat protein yang dibuat oleh plasenta dan membandingkannya dengan sampel darah dari kehamilan yang nomal serta mereka yang menderita diabetes gestasional.
"Kami menemukan bahwa sekitar sepertiga dari protein yang kami identifikasi berubah pada wanita selama kehamilan dengan kelainan," kata Dr Amanda.
Dalam penelitian kecil, mereka juga menemukan bahwa kadar hormon abnormal ditemukan dalam darah ibu hamil pada trimester pertama atau sekitar usia kehamilan 12 minggu.
Pada ibu hamil yang mengembangkan diabetes gestasional, risiko mereka mengalami komplikasi kehamilan biasanya didiagnosis pada 24-28 minggu kehamilan.
Baca Juga: Bagaimana Cara Virus Corona Menginfeksi Paru-paru ? Ini Penjelasan Peneliti
Tim mengatakan temuan itu bisa memiliki implikasi yang lebih besar bagi wanita hamil, karena 1 dari 10 orang mungkin mengalami gangguan kehamilan tetapi biasanya didiagnosis setelah komplikasi muncul.
Penelitian ini memberikan harapan baru bahwa pemahaman yang lebih baik tentang plasenta akan menjamin kehamilan yang lebih aman dan sehat bagi ibu maupun bayinya.
"Tim kami sekarang bekerja untuk menilai temuan ini bisa meningkatkan perawatan klinis di masa depan, baik melalui diagnosis dini atau memberikan peluang baru untuk mengobati komplikasi kehamilan," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis