Suara.com - Obat tocilizumab telah masuk dalam rekomendasi terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Obat ini disebut bisa menurunkan risiko kematian pasien Covid-19 yang bergejala berat atau kritis.
Menurut WHO, tocilizumab golongan obat yang mampu menekan interleukin-6 agar peradangan tidak semakin parah sehingga mencegah terjadinya badai sitokin. Tetapi benarkah obat tersebut seampuh itu?
"Engga juga. Sebetulnya untuk interleukin-6 banyak obatnya, macam-macam. Sebenarnya uji klinik masih berjalan untuk tocilizumab," kata ahli farmasi Universitas Padjajaran Prof. Dr. Keri Lestari saat dihubungi suara.com, Rabu (7/7/2021).
Belum tentu setiap pasien cocok menjalani pengobatan dengan tocilizumab, lanjut Prof. Keri. Terlebih, efek samping yang ditimbulkan obat tersebut juga cukup besar. Sehingga, faktor usia dan komorbid yang dimiliki pasien akan sangat menentukan apakah bisa pengobatan dengan tocilizumab.
"Harus dikawal langsung oleh dokter karena menimbulkan efek samping. Efek sampingnya itu bisa meningkatkan enzim hati, tekanan darah jadi meningkat, sakit kepala, bahkan jadi infeksi pernapasan. Makanya gak boleh sembarangan. Digunakan dalam pertimbangan dokter untuk pasien kritis," jelasnya.
Akibat efek samping tersebut, pemberian tocilizumab juga hanya dilakukan setiap 12 jam. Kemudian pasien akan dipantau selama 24 jam untuk memastikan tidak ada efek samping yang membahayakan, kata prof. Keri.
Uji klinik tocilizumab terhadap pasien Covid-19 sebenarnya baru dilakukan dalam skala kecil, kata Prof. Keri. Namun dari hasil studi di Italia dan China menunjukan hasil yang menjanjikan jika digunakan kepada pasien Covid dengan kondisi kritis.
Penelitian di China baru dilakukan kepada 19 pasien Covid-19 kritis yang diberikan tocilizumab. Sementara penelitian di Italia juga menghasilkan kematian akibat Covid menurun hingga 39 persen.
"Studi ini diperlukan studi lanjutan. Tapi memang peneliti Eropa dan Amerika juga mulai meneliti tocilizumab, tapi karena harganya mahal jadi ujinya kemungkinan tidak mudah," katanya.
Baca Juga: KPPU: Selama PPKM Darurat Harga Obat Covid-19 Lampaui HET
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Bidang Farmasi itu menjelaskan bahwa tocilizumab bekerja dengan cara menghambat efek interleukin-6 pada pasien.
Saat pasien Covid-19 mengalami peradangan, tubuh akan memproduksi interleukin-6 secara alami. Namun kondisi itu akan berbahaya dan menyebabkan badai sitokin jika jumlahnya berlebihan. Disitulah peran tocilizumab untuk menahan produksi interleukin-6 semakin banyak.
"Kita ketahui kondisi perburukan pasien covid adalah adanya badai sitokin. Badai itu ditunjukan dengan interleukin-6 yang sangat tinggi," jelasnya.
Akan tetapi, tocilizumab bulan harapan satu-satunya bagi pasien Covid-19 yang kritis untuk bisa sembuh. Menurut prof. Keri, masih ada alternatif pengobatan lain yang bahkan lebih murah bisa dilakukan terhadap pasien Covid-19.
Tetapi terpenting sebenarnya mencegah pasien Covid-19 tidak berubah menjadi kondisi berat atau kritis.
"Mencegah pada saat pasien dalam kondisi ringan atau sedang supaya tidak berkelanjutan. Pasien sudah dikasih antiimflamasi dalam bentuk vitamin dan suplemen. Jadi dari awal sudah dilakukan antiimflamasi untuk mencegah badai sitokin," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis