Suara.com - Tingkat perkawinan anak di Indonesia masih sangat tinggi. Hal tersebut sesuai dengan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak pada 2020, diketahui satu dari sembilan anak Indonesia telah menikah. Padahal, banyak dampak negatif yang disebabkan dari perkawinan anak di antaranya hilangnya hak anak terhadap pendidikan, tumbuh, dan berkembang.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA Rohika Sari mengatakan, ada beberapa tantangan dalam upaya pencegahan perkawinan anak.
Tantangan tersebut di antaranya tidak semua anak memiliki resiliensi yang tinggi dan perilaku berisiko pada remaja, langgengnya praktik perkawinan anak sebagai bagian dari tradisi dalam masyarakat, belum optimalnya pelaksanaan peraturan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, serta belum optimalnya komitmen dan koordinasi layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak.
Menurut Rohika, perlu kerjasama banyak pihak untuk mengatasi persoalan perkawinan anak. Karenanya, ia mengajak berbagai pihak untuk mencegah perkawinan dini demi masa depan anak.
"Ayo, seluruh pilar pembangunan bangsa, momentum Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap 23 Juli menjadi tepat bagi kita semua untuk melindungi anak dari perkawinan anak, demi terwujudnya masa depan anak yang lebih baik dan berkualitas," kata Rohika dalam Media Talk Hari Anak Nasional secara virtual, Jumat (9/7/2021).
Sementara itu, perwakilan End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia Rio Hendra mengatakan, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan dan eksploitasi. Dalam kondisi pandemi saat ini, jumlah perkawinan anak justru meningkat di banyak daerah.
Selama tahun 2020, angka permohonan Dispensasi Kawin yang diajukan memang memprihatinkan. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) pada 2020 permohonan Dispensasi Kawin yang masuk mencapai 65.302, atau meningkat 3 kali lipat dibanding tahun 2019.
“Beberapa alasan terjadinya perkawinan anak, khususnya anak perempuan, di antaranya alasan ekonomi, dampak belajar secara daring, pergaulan yang tidak semestinya dengan teman sebaya atau orang dewasa, nilai budaya, serta perkawinan yang dilakukan secara terpaksa karena menjadi korban kekerasan seksual,” kata Rio.
Baca Juga: Perkawinan Anak Terus Meningkat, Apa Saja Faktornya?
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Viral Video Syur 27 Detik Diduga Libatkan Oknum Dokter di Riau
-
Dokter Lulusan Filsafat yang 'Semprot' DPR Soal Makan Gratis: Siapa Sih dr. Tan Shot Yen?
-
Gile Lo Dro! Pemain Keturunan Filipina Debut Bersama Barcelona di LaLiga
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
Terkini
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak