Suara.com - Pandemi Covid-19 ternyata juga berpengaruh terhadap masalah kesehatan lainnya. Dalam sebuah studi baru menemukan bahwa obesitas anak meningkat secara signifikan selama pandemi Covid-19.
Penelitian yang diterbitkan Jumat di Journal of the America Medical Association (JAMA) Network, menemukan bahwa "anak muda bertambah berat badan selama pandemi COVID-19 daripada sebelumnya."
Perubahan terbesar terjadi pada anak-anak usia 5 hingga 11 tahun, yang mengalami peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) 1,57 dan prevalensi obesitas meningkat dari 36,2 persen menjadi 45,7 persen.
Beberapa ahli khawatir bahwa obesitas meningkat ketika sekolah tatap muka dimulai di antara anak-anak karena mereka tidak memiliki aktivitas fisik harian tertentu, seperti kelas olahraga dan istirahat, serta perbedaan dalam rencana makan.
Sekarang, anak-anak itu telah mengalami peningkatan berat badan yang signifikan yang terbukti sulit untuk dihilangkan.
Sebuah studi di bulan Mei menemukan hasil yang sama setelah para peneliti mengukur BMI untuk sekitar 300.000 anak-anak antara usia 2 dan 17 tahun: Rata-rata, prevalensi obesitas meningkat sekitar dua poin persentase, mencapai 15,4 persen.
"Ini bukan hanya lemak bayi yang akan hilang," Brian Jessen, penulis utama studi Mei dan seorang dokter anak, mengatakan kepada The New York Times. “Itulah mengapa saya pikir ini sangat mengkhawatirkan.”
Studi JAMA baru melakukan "studi kohort retrospektif" menggunakan data catatan kesehatan dari California selatan. Studi ini mengamati anak-anak yang melakukan kunjungan langsung dengan setidaknya 1 ukuran BMI pra-pandemi dan satu lagi selama pandemi.
Kohort (atau kelompok yang digunakan dalam penelitian) mengambil bagian populasi yang sehat: Kelompok tersebut adalah 10,4 persen orang Asia dan Kepulauan Pasifik, 50,4 persen Hispanik, 7,0 persen kulit hitam non-Hispanik dan 25,3 persen kulit putih non-Hispanik, dan hampir setengah dari anak-anak itu adalah perempuan.
Baca Juga: Sekolah Tatap Muka di Kota Cimahi Diizinkan, Catat Tanggalnya
Studi ini merekomendasikan bahwa para peneliti harus mengamati apakah peningkatan ini berlanjut atau bertahan sehingga penyedia layanan kesehatan dapat menentukan intervensi apa yang mungkin diperlukan untuk memerangi efek jangka panjang.
Para peneliti mengakui bahwa metode penelitian ini dapat mengubah hasil, karena mengandalkan kunjungan langsung, tetapi mereka berpendapat bahwa analisis tersebut diuntungkan dari perbandingan antara data pra-dan-selama pandemi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat