Suara.com - Olahraga penting bagi siapapun, sekalipun orang yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes. Hanya saja, program olahraga yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan kesehatan.
Dokter spesialis keolahragaan dr. Michael Triangto, Sp.OK., mengatakan, pada hakikatnya, manusia yang sehat harus mampu memobilisasi diri sendiri dengan berjalan. Bukan dengan bantuan kursi roda maupun kendaraan.
"Jadi yang paling mudah adalah jalan bukan lari," kata dokter Michael, saat siaran langsung Instagram, Minggu (5/9/2021).
Untuk pasien diabetes harus memperhatikan kondisi fisik selama juga setelah berolahraga. Misalnya, kata dokter Michael, apakah ada keluhan sakit di lutut usai berjalan kaki.
Jika dirasa sakit, maka sebaiknya berkonsultasi kembali dengan dokter untuk dibuatkan program olahraga yang lain. Tetapi, jika tidak ada keluhan apa pun bisa dilanjutkan. Meski begitu, dokter Michael menekankan bahwa perlu pengukuran kondisi fisik sebelum dan sesudah olahraga.
"Ukur kadar gula darahnya. Parameter kesehatannya harus dipakai kadar gula darah sebelum latihan, nadi sebelum latihan, tensi sebelum latihan, keluhan subjektif ada atau tidak. Sebab kalau tensi tinggi, kalau kadar gula darahnya terlalu rendah, kita mungkin tidak izinkan dia untuk olahraga dulu," ucapnya.
"Tidak berarti orang yang diabetes boleh langsung olahraga, harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pada saat setelah selesai olahraga kita ukur lagi. Dengan demikian kita tahu dengan olahraga, misalnya 30 menit, berapa kadar gula darah yang dihasilkan dan dengan program jalan ada tidak keluhan," jelasnya.
Program olahraga yang dilakukan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan juga karakter kesehatannya. Dokter Michael mengatakan, penyesuaian itu penting agar tidak terjadi gangguan kesehatan lain atau cidera saat olahraga.
"Selain itu juga kita harus memperhatikan ada keluhan apa yang terjadi selama berolahraga. Apakah ada keluhan pusing, mual, sakit kepala atau terlalu lelah. Itu harus dicatat semuanya. Dengan demikian kita dapat memutuskan apakah program latihan berikutnya masih tetap program yang sama atau membuat yang lain," pungkas dokter Michael.
Baca Juga: 6 Penyakit yang Disebabkan oleh Konsumsi Gula Berlebih, Awas Bahaya!
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
Terkini
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara