Suara.com - Persolan gizi masih menjadi tantangan kesehatan bagi anak di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 mencatat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita di Indonesia mencapai 17,7 persen dari populasi. Sedangkan stunting mencapai 30,8 persen.
Bahkan dibandingkan negara lain, pada 2019 UNICEF menyatakan 3 negara Asia Tenggara, yaitu Filipina, Indonesia, dan Malaysia, rata-rata 40 persen anak di bawah lima tahun mengalami kurang gizi.
Menanggapi kondisi tersebtu, Principal Investigator South-East Asia Nutrition Survey (SEANUTS) Prof. Dr. dr. Rini Sekartani, Sp. A (K) mengatakan butuh edukasi dan peningkatan literasi agar masyarakat paham penting kecukupan gizi dalam upaya mencetak generasi Indonesia yang unggul di masa mendatang.
“Dibutuhkan sosialisasi dan edukasi, tetapi perubahan perilaku tidak terjadi secara instan, perlu waktu dan kesabaran,” katanya.
Sementara itu, tim peneliti SEANUTS dr. Aria Kekalih M.TI. mengatakan bahwa meningkatkan status gizi sebuah bangsa bukan perkara yang mudah, dibutuhkan langkah strategis yang komprehensif dari berbagai pihak termasuk para pemangku kepentingan.
Dia berpandangan masalah gizi harus dilihat dalam konteks continuum of care, yaitu pola asuh berkesinambungan di sepanjang siklus hidup.
“Berfokus pada 1.000 hari pertama kehidupan boleh saja. Tapi program penanganan malnutrisi harus juga menyasar para remaja, perempuan yang usia produktif, ibu hamil, ibu bekerja, dan bahkan lanjut usia,” ujar dia.
Kemudian, Field Coordinator SEANUTS DR. dr. Dian Novita Chandra M.Gizi menyerukan perlunya solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah gizi.
Dia menekankan pentingnya memasukkan isu gizi kurang ke dalam kurikulum pendidikan sejak masa remaja agar mereka dipersiapkan untuk bisa memilih gizi yang baik pada saat nanti menjadi ibu.
Baca Juga: Jumlah Balita Stunting di Medan Alami Penurunan
“Bahkan remaja lalki-laki dan bapak-bapak juga harus tahu sebenarnya,” katanya.
Menurutnya, pemerintah harus hadir untuk menangani masalah gizi melalui program berkelanjutan dan disesuaikan dengan kearifan lokal daerah. Sebab, isu malnutrisi ternyata tidak melulu soal ketersediaan pangan.
“Banyak juga provinsi yang akses pangannya bagus tapi mengalami stunting atau kekurangan gizi karena masalah budaya, pendidikan, dan food preference,” tambahnya.
Sebelumnya, South-East Asia Nutrition Survey (SEANUTS), studi mengenai gizi dan kesehatan yang dilakukan di empat negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam yang diprakarsai oleh FrieslandCampina, induk perusahaan produk bergizi berbasis susu PT Frisian Flag Indonesia.
Studi yang dilakukan di 21 Kabupaten/Kota pada 15 Provinsi di Indonesia ini melibatkan sekitar 25 personil dari kalangan dokter, ahli gizi, kesehatan masyarakat dan bidang olahraga. Bekerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas di Indonesia, SEANUTS melibatkan sekitar 3 ribu anak di seluruh Indonesia dengan rentang usia 6 bulan-12 tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi anak dengan menilai asupan makanan, antropometri, aktivitas fisik, dan parameter biokimia. Studi ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui gambaran status gizi anak-anak di Indonesia dan memberikan informasi mengenai asupan makanan anak, termasuk konsumsi protein hewani yang berkontribusi bagi tumbuh kembang anak.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global
-
Ubah Waktu Ngemil Jadi "Mesin" Pembangun Ikatan Anak dan Orang Tua Yuk!
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?