Suara.com - Ancaman Covid-19 varian Mu membuat publik was-was. Sebab, beberapa pernyataan dari ahli menyebut varian Mu meski belum terdeteksi di Indonesia, berpotensi lebih berbahaya daripada varian Delta yang sudah mewabah.
Bahkan menurut ahli epidemiologi dari Universitas Andalas Defriman Djafri, varian Mu virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 memiliki potensi untuk menghindari kekebalan tubuh.
"Varian ini memiliki mutasi yang memiliki potensi untuk menghindari kekebalan oleh infeksi atau vaksinasi sebelumnya," kata Defriman saat dihubungi ANTARA.
Defriman yang juga Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Cabang Provinsi Sumatera Barat menuturkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sedang memantau varian Mu.
Ia menuturkan varian Mu pertama kali diidentifikasi di Kolombia dan sekarang setidaknya terdeteksi di 39 negara.
Menurut Defriman, hasil dari suatu kajian di Jepang mengatakan terdapat netralisasi yang tidak efektif dari varian Mu terhadap plasma konvalesen dan vaksin.
Ia menuturkan varian Mu masih tergolong variant of interest (VoI), dan ada kemungkinan untuk masuk ke Indonesia.
"Mobilitas terus berjalan pada saat pandemi, sangat memungkinkan varian ini bisa muncul jika protokol kesehatan masyarakat dan sistem surveilans yang tidak jeli dalam mendeteksi ini," ujarnya.
Defriman menuturkan upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan kewaspadaan agar varian tersebut tidak masuk ke Indonesia. Selain itu, penerapan protokol kesehatan di tengah masyarakat juga harus ditingkatkan dan diawasi.
Baca Juga: Epidemiolog: Varian Mu Ada Kemungkinan Masuk ke Indonesia
Penguatan sistem surveilans harus dilakukan, dan sampel saat ini juga harus segera secara berkala dianalisis melalui pengurutan keseluruhan genom (whole genome sequencing), agar cepat mendeteksi dan mengambil langkah-langkah pengendalian yang komprehensif.
Hingga sekarang ini, varian yang masuk daftar VoI adalah varian Eta, Iota, Kappa, Lambda dan Mu.
WHO mengklasifikasikan suatu varian virus SARS-CoV-2 sebagai VoI dengan kriteria yakni varian tersebut memiliki perubahan genetik yang diperkirakan atau diketahui mempengaruhi karakteristik virus seperti penularan, keparahan penyakit, pelepasan kekebalan, pelepasan diagnostik atau terapeutik.
VoI juga diidentifikasi sebagai penyebab penularan komunitas yang signifikan atau beberapa kluster COVID-19, di banyak negara dengan prevalensi relatif yang meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah kasus dari waktu ke waktu, atau dampak epidemiologis nyata lainnya yang menunjukkan risiko yang muncul terhadap kesehatan masyarakat global. [ANTARA]
Berita Terkait
-
Jangan Disepelekan, 6 Kebiasaan Ini Diam-diam Merusak Sistem Kekebalan Tubuh
-
Dokter Sarankan Anak Mandi Hujan Buat Latih Imunitas Tubuh: seperti Vaksin!
-
Ruam Kulit dan Diare pada Bayi? Waspadai Alergi Susu Sapi!
-
Orangtua Wajib Waspada! Polusi Udara di Jakarta Bisa Sebabkan Anak Stunting
-
6 Faktor Utama Penularan HIV, Periksakan Diri Sebelum Terlambat
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025