Suara.com - Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi usai sejumlah kegiatan besar akan menghambat penanganan pandemi di Indonesia.
Karena itulah Satuan Tugas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat untuk tidak terlena, dan menyikapi penurunan kasus Covid-19 akhir-akhir dengan bijak.
Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, Tidak gegabah melakukan kegiatan sosial-ekonomi harus dikedepankan meskipun berada dalam masa pelonggaran.
"Berdasarkan pengalaman, kenaikan kasus hampir selalu terjadi pasca kegiatan besar," Wiku memberi Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19, dilansir dari situs resmi Satgas Covid-19.
Jika dilihat dari pola kenaikan kasus, kasus mulai turun setelah pembatasan diberlakukan. Baik itu mobilitas maupun kegiatan sosial. Begitu kasus turun dan pembatasan mulai dilonggarkan, kasus akan meningkat perlahan. Hal ini juga menunjukkan upaya menjaga protokol kesehatan 3M belum maksimal dan belum dapat menjadi faktor utama penurunan kasus COVID-19.
Kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat masih menjadi faktor utama. Padahal pendekatan tersebut tidak dapat dilakukan terus-menerus karena akan berdampak pada sektor lainnya dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disiplin protokol kesehatan menjadi upaya paling mudah dan murah yang bisa dilakukan.
Lebih lanjut, sebagai pembelajaran pertama, saat kenaikan kasus paska periode Idul Fitri tahun 2020. Meskipun saat itu diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mudik ditiadakan, namun kasus tetap naik hingga 214 persen. Kenaikan mulai terjadi 2 minggu pasca Idul Fitri dan bertahan selama 7 minggu.
Setelah itu, adanya kenaikan kasus lagi yang menjadi menjadi Puncak pertama COVID-19 di Indonesia. Terjadi dalam kurun November 2020 hingga Januari 2021. Kenaikan ini merupakan akumulasi dari event kolektif yang dimulai dari hari kemerdekaan 17 Agustus, Maulid Nabi pada 28 - 29oktober, periode Natal dan Tahun Baru 2021.
Puncak pertama ini terjadi akibat rentetan event besar yang tidak didukung kebijakan pembatasan yang sesuai. Dimana saat itu berlaku PSBB transisi, dan kasus naik sebesar 389 persen dan bertahan hingga 13 minggu. Setelah puncak pertama, kasus sempat menurun selama 15 minggu.
Baca Juga: Covid-19 di DIY Didominasi Pasien Sembuh, Kasus Baru 67 Orang
Namun selanjutnya Indonesia masuk pada puncak kedua dampak dari periode Idul Fitri 2021. Meskipun saat itu aturan peniadaan mudik telah diberlakukan. Meskipun peniadaan itu berhasil mencegah sebagian besar masyarakat untuk tidak mudik, namun kegiatan berkumpul bersama keluarga pada satu wilayah yang sama atau wilayah aglomerasi, tetap dilakukan oleh sebagian besar masyarakat.
"Hal ini terjadi karena masyarakat merasa aman dengan turunnya kasus COVID-19 selama 15 Minggu berturut-turut pasca lonjakan pertama," lanjutnya.
Selain itu, adanya varian Delta yang menyebarluas di Indonesia, meningkatkan potensi penularannya dampak dari mobilitas yang tinggi pada periode ini. Sebagai akibatnya, kasus naik hingga 880 persen dan kenaikannya bertahan selama 8 minggu.
Namun, lonjakan kedua berlangsung lebih singkat selama 8 minggu daripada lonjakan kasus pertama yang bertahan selama 13 minggu. Hal ini terjadi karena kemampuan kesadaran dan respon kolektif antara seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. "Lonjakan kasus kedua telah berhasil kita lewati dan saat ini kasus terus menurun selama 10 minggu terakhir," imbuh Wiku.
Pelajaran yang dapat diambil dari lonjakan kedua, Indonesia kehilangan banyak nyawa, produktivitas masyarakat dan tidak stabilnya ekonomi. Dan penting diingat, bahwa lonjakan kasus kedua mengakibatkan 2,5 juta orang positif terinfeksi COVID-19, dan 94.000 diantaranya dilaporkan meninggal dunia.
Lalu, angka positif rate mingguan tertinggi berada pada angka 30,72 persen atau 6 kali lipat dari standar yang ditetapkan oleh WHO. Terlebih pula kasus aktif mingguan sempat mencapai 24,21 persen. Hingga saat ini tercatat 900.000 orang yang sembuh. Pencapaian ini diraih dengan perjuangan berat mengingat persentase ketersediaan tempat tidur nasional sempat mencapai hampir 80 persen.
Berita Terkait
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Kadar Gula Tinggi dan Saturasi Oksigen Anjlok, Ivan Gunawan Merasa Ajal Sudah Dekat
-
Ulasan City of Ash and Red, Novel Thriller Psikologis yang Menyesakkan
-
Review Film Eddington: Paranoia Massal dan Satir Gelap Ala Ari Aster
-
KPK Usut Bansos Presiden: Berani Bidik 'Ikan Paus' Korupsi atau Berhenti di Eselon Bawah?
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Susu Kambing Etawanesia Bisa Cegah Asam Urat, Ini Kata dr Adrian di Podcast Raditya Dika
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak