Suara.com - Indonesia mengalami penurunan kasus COVID-19 secara signifikan dalam beberapa pekan terakhir.
Terkait penurunan ini, Satuan Tugas Penanggulangan COVID-19 menepis anggapan bahwa jumlah kasus rendah terjadi karena angka testing yang turun.
Justru sebaliknya, Indonesia melaporkan peningkatan angka testing secara konsisten selama 4 minggu berturut-turut dan per 10 Oktober 2021, jumlah orang yang diperiksa dalam 1 minggu mencapai lebih dari 1 juta orang per minggu atau tepatnya 1.203.873 orang. Di minggu terakhir juga, persentase orang positif hanya 0,71 persen dari total orang yang diperiksa.
"Tentunya ini adalah perkembangan yang sangat baik dengan tingginya jumlah orang yang diperiksa. Maka kasus COVID-19 di Indonesia pun dapat segera terdeteksi dan tidak dibiarkan semakin menular," tutur Juru Bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, mengutip situs resmi Satgas COVID-19.
Dalam pemeriksaan COVID-19 di Indonesia, ada 2 jenis metode yang digunakan. Pertama, adalah deteksi materi genetik virus atau Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) seperti PCR dan TCM atau tes cepat molekular.
Tes ini sebagai standar utama pemeriksaan dan penegakkan diagnosis COVID-19. Digunakan untuk pasien positif, suspek atau orang diduga terinfeksi, kontak erat maupun syarat tertentu bagi pelaku perjalanan.
Untuk jenis kedua, adalah deteksi antigen. Tes rapid antigen lebih sering digunakan sebagai skrining awalan, maupun syarat beberapa aktivitas sosial-ekonomi termasuk pelaku perjalanan.
Meski demikian, deteksi NAAT tetap merupakan standar utama sehingga penegakan diagnosis tes antigen untuk pasien maupun kontak erat perlu dilengkapi dengan tes NAAT jika tersedia.
Di Indonesia sendiri penggunaan antigen mulai digunakan sejak bulan Maret 2021. Dan perlu diperhatikan bahwa jumlah orang yang diperiksa dengan PCR dan TCM, maupun antigen, jumlahnya fluktuatif seiring dengan berjalannya waktu.
Baca Juga: Satgas Covid-19 Ungkap Syarat Masuk WNA ke Indonesia
Seperti saat lonjakan kedua pada bulan Juli lalu, terlihat bahwa jumlah gabungan PCR dan TCM lebih tinggi dibandingkan antigen. Yaitu lebih dari 700 ribu orang atau hampir 2 kali lipat dari antigen sekitar 400 ribu orang. Gabungan PCR dan TCM pun mendominasi lebih dari 60 persen pemeriksaan COVID-19 pada saat itu.
"Hal ini menunjukkan bahwa jenis pemeriksaan pada saat itu lebih banyak pada penegakkan diagnosis pada pasien COVID-19, orang bergejala maupun kontak erat," lanjut Wiku.
Lalu, seiring penurunan kasus dan peningkatan kembali aktivitas sosial-ekonomi, jumlah tes antigen kembali mendominasi, berkebalikan dari kondisi sebelumnya. Data menunjukkan bahwa selama hampir 8 minggu terakhir jumlah orang yang diperiksa dengan antigen konsisten lebih tinggi dibandingkan gabungan PCR dan Antigen.
Bahkan pada 3 Oktober lalu jumlah orang yang diperiksa dengan antigen mencapai hampir 1 juta orang atau 4 kali lipat dari gabungan PCR dan TCM yang hanya 260 ribu orang saja. Adanya peningkatan cakupan testing ini patut diapresiasi. "Angka gabungan PCR dan TCM yang rendah ini dapat menandakan jumlah orang yang bergejala maupun kontak eratnya juga menurun drastis," kata Wiku.
Namun, penting diingat bahwa tes PCR dan TCM, serta tes deteksi NAAT lainnya perlu terus ditingkatkan sebagai standar utama pemeriksaan COVID-19. Pada keadaan kasus rendah seperti sekarang, penting menjaga jumlah pemeriksaan tetap tinggi. Agar jika penularan kembali meningkat, dapat segera terdeteksi dan cepat ditangani sebelum lonjakan kasus signifikan terjadi.
Sementara pemeriksaan antigen sebagai skrining dapat digunakan dan menjadi akurat dengan catatan alatnya memiliki akurasi tinggi. Dibuktikan dengan izin edar dan rekomendasi dari instansi kesehatan. Kemudian, sampel diambil oleh petugas kesehatan terlatih dengan metode yang benar dan dilengkapi dengan tes konfirmasi PCR atau TCM jika tersedia.
Berita Terkait
-
Kasus Kembali Meledak di Jakarta, Pramono Anung: COVID-19 Urusan Menkes!
-
Waspada Covid-19, Pakar Paru Sarankan Pemerintah Kembali Beri Vaksin Untuk Kelompok Rentan
-
Kasus Covid-19 Naik di Negara Tetangga, DKI Imbau Vaksinasi Sebelum ke Luar Negeri
-
Covid-19 Mengintai Lagi? Begini Kondisi Terkini di Jakarta Menurut Dinas Kesehatan
-
Diam-diam Donald Trump Pernah Kirim Tes COVID-19 kepada Vladimir Putin
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Harga Emas Antam Hari Ini Paling Tinggi Sepanjang Sejarah Dipatok Rp 2,08 Juta per Gram
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
Terkini
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!