Suara.com - Berbohong merupakan perilaku yang umum dilakukan manusia. Biasanya ada alasan di balik kebohongan tersebut. Namun bagi pembohong patologis (mythomania), tak perlu alasan khusus untuk melakukannya.
Dikutip dari Healthline, kebohongan patologis, juga dikenal sebagai mythomania dan pseudologia fantastica, adalah perilaku kronis dari kebohongan kompulsif atau kebiasaan.
Berbeda dengan white lies, di mana seseorang berbohong demi menghindari menyakiti orang lain, mythomania cenderung berbohong tanpa alasan yang jelas.
Pengidap mythomania bisa merugikan diri mereka sendiri dengan perilaku mereka, tetapi mereka terus melakukannya terlepas dari konsekuensinya.
Kondisi mental, seperti gangguan kepribadian antisosial (kadang-kadang disebut sosiopati) ditengarai sebagai penyebab kondisi ini meskipun tak selalu. Ada juga mythomania yang tidak memiliki alasan medis untuk perilaku tersebut.
Beberapa bukti dari 2007 juga menunjukkan bahwa masalah yang mempengaruhi sistem saraf pusat dapat mempengaruhi seseorang menjadi mythomania. Trauma atau cedera kepala mungkin juga berperan dalam kebohongan patologis, bersama dengan kelainan rasio hormon-kortisol.
Untuk mencari tahu apakah seseorang adalah pengidap mythomania, para ahli menyimpulkan dari empat perilaku berikut, dilansir dari WebMD.
1. Berlebihan dalam berbohong
Penderita mythomania lebih sering berbohong dari kebanyakan orang. Meski kebohongan yang mereka katakan juga bisa aneh dan mudah dibantah, mereka juga mungkin mengarang cerita yang terdengar cukup nyata sehingga orang lain mempercayainya. Tak jarang akan ada lebih banyak kebohongan untuk mendukung kebohongan sebelumnya.
Baca Juga: Sambil Menahan Tangis, Nani Sebut Cinta Tomi Penuh Kebohongan di Sidang Sate Beracun
2. Berbohong tanpa alasan yang jelas
Kebanyakan orang akan berbohong untuk menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan, seperti mengatakan alasan terlambat karena macet daripada mengakui kalau sebenarnya ketiduran.
Sementara, mythomania tidak memiliki motif yang jelas. Mereka bisa menceritakan kisah yang tidak menguntungkan mereka dan mungkin benar-benar menyakiti mereka sendiri ketika kebenaran terungkap.
3. Masalah jangka panjang
Mythomania dapat terjadi selama bertahun-tahun. Itu dimulai ketika seseorang masih muda dan berlanjut tanpa batas dan di semua bidang kehidupan. Sayangnya, sisi ketidakjujuran mereka mungkin adalah hal yang paling diingat orang tentang mereka.
4. Tidak ada penyakit mental lainnya
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan