Suara.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI mengingatkan potensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imuniasi (PD3I) pada anak-anak, di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Situasi itu bisa terjadi karena cakupan imunisasi dasar anak menurun secara nasional sejak adanya wabah virus corona. Imunisasi dasar bagi anak yang disediakan gratis oleh pemerintah terdiri dari 13 jenis vaksin. Imunisasi itu diberikan sejak anak baru lahir.
Namun, IDAI menemukan hingga 2021 ini cakupan imunisasi secara nasional justru tidak sampai 60 persen. Ketua IDAI dr. Piprim Basarah Yunarso mengatakan, imunisasi dasar bagi anak harus lebih didahulukan daripada vaksinasi Covid-19.
"Imunisasi dasar jangan sampai kita lupakan karena memburu vaksinasi Covid-19. Karena ketika vaksinasi itu sudah menjadi program pemerintah, maka biasanya yang dicegah adalah termasuk PD3I yang bisa menyebabkan kecacatan atau meninggal," kata dokter Piprim dalam webinar IDAI, Senin (29/11/2021).
Berbeda dengan Covid-19 yang risiko kematian pada anak terbilang rendah, lanjut dokter Piprim. Sementara infeksi PD3I itu juga bisa menyebabkan anak alami kecacatan seumur hidup ataupun meninggal.
"Kalau dibandingkan seperti difteri, campak, polio ini justru sebaliknya jauh lebih berbahaya. Walaupun mungkin penularannya tidak seheboh Covid-19. Tapi kalau kita hanya sibuk konsentrasi pada vaksinasi Covid, abai dengan imunisasi rutin ini justru bisa menimbulkan KLB lain yang sebetulnya sudah bisa dikendalikan," tuturnya.
Sementara itu, Ketua UKK infeksi dan penyakit tropis IDAI dr. Anggraini Alam mengatakan, KLB memang tidak akan langsung terjadi begitu cakupan imunisasi turun. Karena masih ada sisa perlindungan dari cakupan imunisasi dasar sepenuhnya yang sudah hampir 100 persen.
Akan tetapi, jika cakupan imunisasi dasar pada anak terus berkurang, maka KLB sulit dihindari lagi.
"Artinya dampak keterlambatan imunisasi akan membuat suatu kejadian luar biasa yang tadinya penyakit nggak ada, jadi ada. Atau yang sudah ada bisa berlipat jumlahnya," kata dokter Anggraini.
Baca Juga: Soal Muncul Virus Omicron, Ganjar: Yang Ditemukan Baru Delta, Omicron Belum
Ia mengingatkan, selain menyebabkan anak sakit, PD3I juga bisa menyebabkan berbagai komplikasi yang terjadi bulanan atau bahkan tahunan.
"Contoh campak busa terjadi 5 tahun bahkan lebih dari 10 tahun. Kemudian jika anak mengalami kerusakan otak sehingga cacat tidak bisa melakukan kegiatan apapun dan kemudian meninggal," pungkasnya.
Laporan dari Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan tahun 2021 sudah mencatat adanya kasus baru difteri pada 23 anak. Selain itu, juga penambahan kasus campak dan rubella.
IDAI menemukan kalau dari kasus baru tersebut, ternyata lebih dari 80 persen di antaranya memang belum imunisasi lengkap atau tidak jelas sudah imunisasi atau belum.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan