Suara.com - Pakar mengatakan jika dilakukan dengan baik dan tepat sasaran, pengendalian COVID-19 tidak akan mengganggu ekonomi hingga kehidupan sosial masyarakat.
Menurut Masdalina Pane, seorang epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), syaratnya upaya-upaya pengendalian COVID-19 mudah dipahami masyarakat untuk diimplementasikan.
"Yang menjadi concern (perhatian) kita adalah jika pengendalian itu tepat sasaran mestinya itu tidak boleh mengganggu ekonomi, pendidikan dan kehidupan sosial kita," kata Masdalina mengutip ANTARA.
Masdalina menuturkan pengendalian wabah COVID-19 harus berjalan sederhana dan gampang dimengerti oleh masyarakat, dan kebijakan yang dibuat pemerintah harus memiliki daya ungkit cukup tinggi terhadap pengendalian bukan sekadar menguras daya terlalu besar.
Kebijakan untuk pengendalian COVID-19 juga harus efektif dan efisien bukan yang sifatnya sangat besar, susah diimplementasikan dan kemudian menimbulkan dampak yang tidak begitu baik bagi masyarakat.
Masdalina menilai ada beberapa intervensi yang cukup berlebihan yang dilakukan oleh pemerintah yang secara epidemiologi tidak terlalu signifikan untuk mengendalikan COVID-19.
Sebagai contoh, sejak awal pandemi, banyak para ahli yang memberikan masukan kepada pemerintah menganalisis tentang mobilitas sehingga pengetatan mobilitas menjadi kebijakan dari pemerintah padahal peningkatan jumlah kasus itu tidak secara langsung disebabkan oleh peningkatan mobilitas.
Kemudian, Masdalina mengatakan mobilitas tiga bulan terakhir ini sama seperti sebelum pandemi COVID-19, namun kasus COVID-19 tidak melonjak signifikan.
Sebenarnya untuk mengendalikan kasus COVID-19, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 telah melakukan program pelacakan kontak secara masif di 11 provinsi, 62 kabupaten/kota dengan melibatkan lebih dari 2.500 pelacak kontak sejak November 2021.
Baca Juga: Omicron Transmisi Lokal, Epidemiolog: Tak Mengagetkan, Indonesia Tidak Menutup Diri
Upaya itu dinilai cukup signifikan menurunkan kasus perlahan-lahan walaupun memang tidak bisa drastis penurunan kasusnya.
"Sampai hari ini karena melihat bahwa intervensi yang spesifik dan targeted (ditargetkan) itu jauh lebih berguna untuk pengendalian dibandingkan kita melakukan penguncian dalam skala yang besar," ujar Masdalina.
Untuk itu, intervensi pengendalian COVID-19 harus mudah dan sederhana, yang berarti ketika kasus COVID-19 meningkat eksponensial yakni meningkat dua kali atau lebih dari periode waktu sebelumnya, maka ada intervensi yang dilakukan seperti memperketat penggunaan masker dua lapis.
Jika peningkatan kasus secara eksponensial melebihi empat kali dibanding periode sebelumnya, maka hanya satu tindakan yang dilakukan yaitu semua tinggal di rumah (stay at home) sekitar satu kali masa inkubasi terpanjang atau 14 hari.
Kalau dalam 14 hari masih belum terjadi penurunan kasus COVID-19, maka ditambah satu kali masa inkubasi lagi.
Selain itu, Masdalina mengatakan penggunaan tes pada pelaku perjalanan domestik dinilai berlebihan karena sebenarnya tes itu dilakukan hanya pada suspek, probable dan kontak erat.
Berita Terkait
-
Cucu Mahfud MD Jadi Korban, Pakar Sebut Keracunan MBG Bukti Kegagalan Sistemik Total
-
Mengenal COVID-19 'Stratus' (XFG) yang Sudah Masuk Indonesia: Gejala dan Penularan
-
Kenali Virus Corona Varian Nimbus: Penularan, Gejala, hingga Pengobatan Covid-19 Terbaru
-
Mengenal Virus Corona Varian Nimbus, Penularan Kasus Melonjak di 13 Negara
-
7 Fakta Kenaikan Kasus COVID-19 Dunia, Thailand Kembali Berlakukan Sekolah Daring
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia