Suara.com - Sejumlah pakar kesehatan di Afrika Selatan menyebut lockdown alias penguncian ketat bukanlah solusi terbaik menghadapi ancaman COVID-19 varian Omicron. Apa alasannya?
Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Afrika, John Nkengasong, mengatakan justru langkah terbaik menghadapi varian Omicron adalah dengan mengedepankan faktor sosial.
"Kami sangat termotivasi dengan apa yang kami lihat di Afrika Selatan selama periode ini, di mana kami melihat data dalam hal tingkat keparahan," katanya dalam sebuah konferensi pers.
"Masa-masa pemberlakuan penguncian ketat sebagai senjata berakhir. Kita harus benar-benar melihat bagaimana kita menggunakan langkah-langkah sosial dan kesehatan masyarakat yang lebih hati-hati dan seimbang seiring meningkatnya tingkat vaksinasi," terangnya lagi, dikutip dari ANTARA.
Afrika Selatan menghadapi lonjakan drastis infeksi COVID-19 sejak akhir November, pada waktu dunia diberikan sinyal oleh varian Omicron. Infeksi baru kemudian memuncak pada pertengahan Desember.
Akan tetapi, semenjak itu kasus baru kembali turun dan pemerintah tidak menerapkan lagi pembatasan ketat seperti pada gelombang infeksi sebelumnya.
"Jumlah infeksi meningkat tajam, tetapi juga menurun sangat, sangat drastis... Saya rasa itulah pelajarannya bahwa kita mesti belajar dari apa yang telah dilakukan negara-negara Afrika Selatan untuk menangani ini," kata Nkengasong.
Sementara itu di belahan dunia lainnya, kasus harian Covid-19 global masih mencapai 2 juta lebih. Setengah dari kasus baru tersebut hanya tersebar di Amerika Serikat yang melaporkan 704.661 kasus dan Perancis dengan rekor baru kasus harian sebanyak 332.252 kasus.
Pada situs worldometers tercatat dalam 24 jam terakhir terjadi penambahan kasus positif sebanyak 2,53 juta. Angka itu menjadi kasus harian terbanyak selama pandemi Covid-19. Di waktu yang sama, angka kematian bertambah 7.200 jiwa.
Baca Juga: Bukan Karena Pandemi, Ribuan Sekolah Di Negara Ini Ditutup Sebab Serangan Terorisme
Akibat penambahan itu, akumulasi kasus Covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 298,12 juta dengan kematian lebih dari 5,48 juta jiwa, data per Kamis (6/1) pukul 08.00 WIB.
Berita Terkait
-
Timnas Kamerun Kacau! Dua Skuad Berbeda Jelang Piala Afrika 2025, Samuel Eto'o Biang Keroknya
-
Mohamed Salah Tinggalkan Liverpool, Arne Slot Pastikan Tanggal Kepergian
-
Program JKN Sukses, Delegasi Afrika Datangi BPJS Kesehatan untuk Belajar
-
Gibran Wakilkan Pidato Presiden di KTT G20, Ini Alasan Prabowo Tak Pergi ke Afrika Selatan
-
Liverpool Resmi Ditinggal Mohamed Salah pada Desember 2025
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah