Suara.com - Tes PCR menjadi acuan paling akurat untuk mendeteksi infeksi Covid-19. Tapi untuk mengetahui jenis varian virus corona yang menginfeksi, perlu dilakukan pemeriksaan whole genome sequencing atau WGS.
Ketua POKJA Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr. dr. Erlina Burhan mengungkapkan bagaimana pemeriksaan WGS masih jarang dilakukan dengan alasan keterbatasan tenaga kerja dan laboratorium.
"Karena memerlukan sumber daya manusia yang khusus juga butuh perawatan infrastruktur yang juga spesifik. Sehingga tidak banyak laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan whole genome sequencing untuk omicron saat ini," kata dokter Erlina.
Pemeriksaan WGS juga membutuhkan biaya yang mahal. Dokter Erlina mengatakan, saat ini baru laboratorium Litbangkes Kementerian Kesehatan yang rutin melakukan pemeriksaan WGS.
Ia menyebut sebenarnya ada beberapa laboratorium lain yang punya fasilitas melakukan WGS. Namun, terkendala biaya yang mahal. Sehingga, meski varian omicron telah menjadi transmisi lokal di Indonesia, tidak bisa seluruh hasil testing PCR dilakukan WGS.
"Kalau dari luar negeri itu biasanya akan dilakukan WGS, kalau PCR positif. Namun sekarang sudah terjadi transmisi lokal lebih dari 20 persen, sehingga tidak lagi kita bisa berpatokan bahwa untuk mengarah omicron tidak hanya orang yang dari luar negeri," tuturnya.
Dokter Erlina mendukung cara Kementerian Kesehatan yang menyiasati dengan menggunakan alat tes PCR S Gene Target Failure (SGTF) untuk memeriksa varian omicron agar bisa lebih cepat terdeteksi.
Menurutnya, SGTF berfungsi untuk memastikan orang-orang yang probable terinfeksi Covid-19 varian omicron.
"Dikatakan biasanya di atas 80 persen yang probable omicron akhirnya adalah terkonfirmasi sebagai omicron."
Baca Juga: Antisipasi Kenaikan Kasus COVID-19, Pemprov Jabar Aktifkan Tempat Isolasi Terpadu di Desa
"Sehingga ke depannya, menurut saya sangat baik kalau tes yang dilengkapi dengan reagen untuk mendeteksi omicron ini bisa disediakan di banyak laboratorium, terutama di kota besar apalagi DKI yang merupakan episentrum dari omicron saat ini. Jadi kita tidak perlu terlalu bergantung dengan whole genome sequencing," paparnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan