Suara.com - Kekerasan seksual masih terjadi di masyarakat. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan seksual menurun, namun bukan berarti kasusnya tidak ada.
Ruang lingkup kekerasan seksual tidak hanya pada kasus pemerkosaan, namun juga terkait suatu kasus yang terjadi pada anak-anak, perempuan atau bahkan laki-laki yang mengalami perlakuan tidak nyaman atau tidak senonoh terkait dengan kegiatan seksual.
Kekerasan ini bisa berbentuk pemaksaan berhubungan seksual, pelecehan yang bersifat fisik maupun psikologis,pencabulan, sodomi, eksploitasi terhadap kekerasan seksual misalnya perdagangan orang yang terkait dengan prostitusi.
Korban kekerasan seksual bisa ada di sekitar kita. Dan mereka sangat membutuhkan pertolongan dari lingkungan di sekitarnya. Tapi, pertolongan seperti apa yang bisa diberikan kepada mereka?
Dokter Spesialis Forensik Medik di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Made Ayu Mira Wiryaningsih Sp.FM menyebut ada beberapa tindakan yang bisa Anda lakukan untuk menolong korban kekerasan seksual, salah satunya mencari fasilitas kesehatan terdekat.
Menurut Mira, sebaiknya datangi fasilitas kesehatan yang tersedia dokter forensik. Namun jika tidak ada, umumnya setiap fasilitas kesehatan memiliki penanganan terhadap korban-korban kasus kekerasan.
"Terdapat tata laksana yang dilakukan oleh dokter forensik kala menangani korban kekerasan seksual yaitu melakukan anamnesis, alur kejadian, perlakuan yang didapat serta dilakukan pemeriksaan fisik," kata dia dalam siaran pers RSUI, seperti yang dikutip dari Antara.
Dokter nantinya mengidentifikasi kelainan ataupun luka yang ada, mencatat, dan kemudian medokumentasikannya.
Menurut Mira, dalam proses tersebut, korban atau pelapor tidak perlu khawatir karena tenaga kesehatan memiliki kode etik dan kewajiban untuk merahasiakan apa yang diceritakan korban, serta dokumentasi yang diambil.
Pada kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak, seringkali sulit untuk mengidentifikasi sebab mereka cenderung tidak mengetahui dan tak dapat mengungkapkan apa yang telah mereka alami.
Dalam hal ini, terdapat cara deteksi paling dini atau yang bisa dilihat secara kasat mata tanpa aduan anak ini telah mengalami pelecehan atau kekerasan seksual, misalnya jika secara fisik mungkin ada nyeri saat buang air kecil atau besar, walau tanda tersebut bukan selalu menjadi hal utama.
“Untuk menghadapi anak-anak kita tidak bisa langsung menanyakan hal-hal tersebut dengan cara mengintrogasi. Namun bisa dengan cara stimulasi anak seperti mengajak menggambar, bermain boneka sehingga dapat tertuang apa yang sebenarnya terjadi," kata Mira.
Jika ingin meminta dokter mengeluarkan visum et repertum, maka Anda perlu melakukan pelaporan ke polisi terlebih dahulu. Polisi akan mengeluarkan surat permintaan visum dan dokternya akan menjawab surat permintaan tersebut dengan visum et repertum. Namun bukan berarti jika tidak ada surat permintaan visum pemeriksaan tidak bisa dilakukan.
“Pemeriksaan bisa tetap dilakukan, semua dicatat secara lengkap di dalam rekam medis kemudian dilakukan dokumentasi yang diperlukan," tutur Mira.
Biasanya jika datang ke fasilitas kesehatan tanpa ada surat permintaan visum tapi ingin dilakukan pemeriksaan forensik klinik untuk keperluan visum di kemudian hari, pasien akan diberikan resume medis, seperti surat keterangan medis.
"Jadi sebenarnya bentuk suratnya saja yang berbeda. Disarankan atau diedukasi kepada korban atau keluarga atau pendamping korban untuk melakukan pelaporan ke polisi dengan membawa resume medis tersebut. Nanti polisi akan membuatkan surat pernyataan visum dan baru akan dikeluarkan visum et repertum oleh dokter forensik," saran Mira.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat