Suara.com - Invasi Rusia ke Ukraina memiliki dampak besar pada kesehatan psikologis orang-orang yang menjadi korban, terutama anak-anak yang tidak tau menau tentang perang.
Warga sipil melihat ledakan dan kematian secara langsung, Mereka mulai mengalami gangguan langsung terhadap sumber daya seperti listrik, makanan dan air.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengalaman sulit seperti itu dapat menyebabkan efek samping parah, termasuk gangguan stres pasca-trauma (PTSD), depresi, dan kecemasan.
Menurut psikiater Arash Javanbakht dari Wayne State University, gejala PTSD bisa berupa flashback yang menakutkan dan realistis dari adegan perang, ingatan traumatis, panik, kesulitan tidur hingga mimpi buruk.
"Prevalensi kondisi ini lebih tinggi pada bencana yang disebabkan manusia daripada, misalnya, bencana alam," jelas Javanbakht, dilansir The Conversation.
PTSD memengaruhi sepertiga hingga setengah pengungsi dewasa.
Sebagai contoh, satu penelitian Javanbakht pada 2019 menunjukkan lebih dari 40% pengungsi dewasa di Suriah yang bermukim di Amerika Serikat mengalami kecemasan tinggi, dan hampir setengahnya mengalami depresi.
Studi lain pada tahun yang sama juga menemukan bahwa adanya prevalensi PTSD yang tinggi (27%) dan depresi (21%) di antara 1,5 juta pengungsi internal Ukraina karena invasi terakhir ke Rusia dan pemberontok di Ukraina timur pada 2014.
Anak-anak yang paling rentan dengan kondisi seperti ini.
Baca Juga: Lionel Messi Bantu Jurnalis Argentina Lolos dari Masalah saat Meliput Konflik Rusia-Ukraina
Penelitian Javanbakht terhadap pengungsi Suriah dan Irak yang dimukimkan di Michingan juga menemukan bahwa sekitar setengah dari anak-anak mengalami kecemasan tinggi.
"Hingga 70% anak-anak pengungsi yang disurvei tim kami mengalami kecemasan perpisahan setelah tiba di AS. Anak-anak ini sering kali sangat takut sehingga mereka tidak dapat meninggalkan orang tua, bahkan ketika mereka tidak dalam bahaya langsung," imbuhnya.
Trauma juga dapat 'ditularkan' dari orang tua ke anak-anak mereka saat ini dan masa depan melalui pewarisan genom atau paparan kecemasan terus menerus dari orang tua akibat perang.
Cara itu dapat menyebabkan penderitaan diturunkan dari generasi ke generasi.
Trauma masa kanak-kanak juga meningkatkan risiko banyaknya masalah kesehatan mental dan fisik di masa dewasa, seperti depresi, PTSD, sakit kronis, penyakit jantung, hingga diabetes.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?