Suara.com - Bagi orang dengan Gastroesophageal Reflux Disease atau pengidap GERD, puasa Ramadan kerap jadi tantangan tersendiri. Ini karena puasa membuat lambung lebih lama tidak mendapatkan makanan, yang berisiko membuat GERD kambuh.
Sehingga menurut Ahli Penyakit Dalam sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Ari Fahrial Syam mengatakan sebelum memulai puasa orang dengan GERD harus melakukan sederet adaptasi.
GERD adalah penyakit asam lambung yang disebabkan oleh melemahnya katup atau sfingter yang terletak di kerongkongan bagian bawah.
Berikut ini langkah yang harus dipersiapkan orang dengan GERD sebelum menjalani puasa Ramadan menurut Prof. Ari, beberapa waktu lalu saat ditemui Suara.com:
1. Kendalikan Stres
Selama dua tahun ke belakang, khususnya selama pandemi, Prof. Ari menemukan peningkatan kasus GERD yang disebabkan karena stres dan cemas.
Sehingga melalui ibadah puasa, semakin banyak orang bisa menata kembali pikirannya agar tidak stres, dan penyakit asam lambung jadi terkendali.
"Jadi kesempatan saat puasa Ramadan, dia bisa mengatur ini, penting pengendalian diri sebetulnya," ujar Prof. Ari.
2. Persiapan Kontrol Pola Makan
Baca Juga: Jangan Lupa, Pengidap Asam Lambung Perlu Konsultasi ke Dokter Sebelum Menjalankan Puasa Ramadan Ya!
Lantaran puasa membuat lambung baru terpapar makanan setelah 13 jam, maka adaptasi diperlukan agar GERD tidak kambuh.
"Orang dengan gerd karena makan tidak teratur, kendali diri tidak bagus, camilan yang tidak sehat. Jadi puasa itu bisa dimanfaatkan untuk perbaiki pola makan," jelasnya.
3. Lakukan Kontrol ke Dokter
Prof. Ari mengakui bahwa tidak mudah bagi pasien GERD beradaptasi dengan pola makan dalam 13 jam, sehingga ia perlu lakukan kontrol ke dokter.
Biasanya dokter akan memberikan obat untuk dikonsumsi di minggu pertama Ramadan, agar bisa mampu beradaptasi saat puasa.
"Biasanya saya anjuran itu minggu pertama konsumsi obat pereda asam lambung. Ini karena minggu pertama orang biasanya penyesuaian, perih, karena biasanya makan sampai 6 hingga 8 jam, lalu ini 13 jam baru makan," papar Prof. Ari.
Berita Terkait
-
Rahasia Umbi Garut di Minuman Ini: Solusi Alami Obati GERD dan Maag yang Direkomendasikan Ahli Gizi!
-
Puasa Ramadan 2026 Masih Berapa Hari Lagi? Simak Jadwalnya di Kalender Hijriah
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Awal Puasa Ramadan 2026, Muhammadiyah dan Pemerintah Sama atau Beda?
-
GERD Mengganggu? Ini Daftar Lengkap Makanan yang Aman dan Harus Dihindari!
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?