Suara.com - Anemia atau kekurangan darah bisa menimpa siapa saja, baik orang dewasa maupun pada anak-anak. Bahkan tanda awal anemia bisa terjadi sejak bayi masih berusia kurang dari satu tahun.
Dokter Spesialis Anak Dr. dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K) menjelaskan, anemia terjadi apabila anak kekurangan nutrisi zat besi berkepanjangan. Diagnosis anemia bisa terlihat dari hasil tes hemoglobin pada darah.
"Bayi sampai usia 5 tahun (kadar hemoglobin normal) sekitar 11 gram per desiliter. Kalau misalnya didapatkan hasil laboratorium di bawah itu, maka disebut anemia," jelas dokter Murti dalam siaran langsung Instagram bersama Primaku, Minggu (10/4/2022).
Meski bayi lahir cukup umur dengan berat badan cukup juga masih berpotensi alami defisiensi zat besi, terutama setelah selesai masa ASI ekslusif atau di atas usia enam bulan.
Menurut dokter Murti, banya bayi sudah mendapatkan makanan pendamping ASI atau MPASI, tetapi menu makanannya kurang mengandung zat besi. Apabila terjadi terus menerus, bayi bisa mulai alami defisiensi zat besi dalam waktu sekitar tiga bulan setelah MPASI.
"Banyak dari penelitian ataupun kasus sehari-hari memang paling banyak terjadi defisiensi besi pada usia sekitar delapan sampai sembilan bulan, jadi tiga bulan setelah ASI eksklusif," ujarnya.
Meski kadar zat besi dalam tubuhnya telah berkurang, bayi memang tidak langsung mengalami anemia, lanjut dokter Murti. Tetapi, defisiensi zat besi yang telah terjadi bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Ia menjelaskan bahwa untuk pembentukan sel darah merah sangat dibutuhkan zat besi. Apabila kadar zat besi dalam tubuh berkurang, otomatis produksi sel darah merah juga menurun.
Padahal peran sel darah merah sangat penting dalam menyalurkan oksigen juga nutrisi ke seluruh tubuh yang akan menopang tumbuh kembang bayi.
Baca Juga: Simak 7 Manfaat Buah Naga Berikut Ini, Segar, Kaya Nutrisi, dan Lezat!
"Zat besi juga dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Volume otak bayi pada setahun pertama sudah bisa mencapai setengah kali volume otak dewasa," kata dokter Murti.
Secara fisik, anak yang alami defisiensi zat besi, meski belum sampai anemi, memang agak sulit dideteksi. Anak bisa saja tetap aktif bergerak meski wajahnya telah terlihat lebih pucat dari sebelumnya.
"Anemia penyebabnya, banyak sekali sekitar 30 sampai 50 persen karena defisiensi zat besi," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat