Suara.com - Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang bisa ditemukan dalam makanan seperti ikan berlemak, produk susu, dan telur.
Vitamin D ini juga bisa diperoleh dari paparan sinar matahari ke kulit. Vitamin D ini sangat memainkan peran utama dalam mengatur metabolisme kalsium dengan meningkatkan penyerapan kalsium usus.
Karena itulah, vitamin D ini direkomendasikan untuk mencegah patah tulang. Ketika jumlah kalsium yang cukup tidak ada dalam tubuh, vitamin D menyerap cadangan dari tulang yang menyebabkan pengeroposan tulang dan osteoporosis.
Tingginya vitamin D dalam tubuh menyebabkan pengapuran pembuluh darah yang dapat memperburuk kesehatan jantung dan menyebabkan penyakit jantung.
Kelemahan utama mengonsumsi suplemen vitamin tanpa anjuran dokter adalah orang tidak tahu kapan harus berhenti.
Hal ini menyebabkan akumulasi berlebihan vitamin di dalam tubuh yang kemudian berfungsi secara terbalik.
Deposisi berlebihan vitamin D atau keracunan vitamin D menyebabkan hiperkalsemia. hiperkalsemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kadar kalsium yang terlalu tinggi dalam darah.
Kalsifikasi pembuluh darah adalah salah satu kondisi utama yang mendasari penyakit jantung. Jumlah vitamin D yang direkomendasikan setiap hari adalah 10-20 mikrogram.
Banyak penelitian telah merekomendasikan bahwa suplemen vitamin D harus diambil bersama dengan vitamin K.
Baca Juga: Peneliti: Orang Gangguan Kejiwaan Berisiko Terinfeksi Virus Corona Meski Sudah Vaksin Covid-19
Sementara vitamin D memastikan keberadaan kalsium dalam darah, vitamin K memastikan keberadaan kalsium dalam tulang sehingga mengurangi pengendapan di pembuluh darah.
Banyak ahli kesehatan mengaitkan kadar vitamin K yang rendah dengan risiko penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi.
Vitamin K adalah vitamin lain yang larut dalam lemak, yang ada dalam dua bentuk vitamin K, yakni vitamin K1 dan vitamin K2.
Vitamin K membantu dalam karboksilasi. Ketika konsentrasi vitamin K yang beredar tidak mencukupi, proporsi yang lebih besar dari protein matriks Gla dan osteokalsin tetap tidak terkarboksilasi.
Hal ini berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular, BMD yang lebih rendah, dan osteoporosis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
Terkini
-
K-Pilates Hadir di Jakarta: Saat Kebugaran, Kecantikan, dan Wellness Jadi Satu
-
Plak, Gusi Berdarah, Gigi Berlubang: Masalah Sehari-Hari yang Jadi Ancaman Nasional?
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru